Pernah juga saya dipercaya menjadi juru tulis pada satu organisasi. Satu ketika saya memilih berdebat panjang dengan ketua umum lantaran "atas kerja sama Bapak" diubah menjadi "atas kerjasamanya". Yang satu berkepala batu, yang lain berhati batu. Titik temunya makin jauh, debatnya makin panas.
Memang, Sobat, berkenaan dengan surat-menyurat, terutama di instansi atau lembaga pemerintah, kesalahan berbahasa Indonesia sudah mencapai tahap kronis. Bahasa Indonesia malah hampir sekarat di tangan penulis naskah dinas. Penguasaan bahasa Indonesia yang pas-pasan berpilin erat dengan gonta-ganti persona. Belum lagi peraturan yang sering bikin rongseng. Tidak ada pula pelatihan menulis naskah dinas. Kalaupun ada, jumlahnya bisa dihitung jari.
Apa contoh lain dari kelakuan hiperkorek? Sudah ada kata pemirsa malah ada yang membuat pirsawan. Si Pelaku pasti lupa bahwa bentuk terikat --wan hanya dapat disematkan pada nomina. Contoh: negarawan, rupawan, hartawan. Kelas kata pirsa adalah verba. Kata kerja. Jadi, kata itu tidak cocok dipasangkan dengan akhiran --wan. Itu sama saja dengan memaksa kata supaya mau kawin bukan dengan pasangan yang dikehendakinya.
Dia seorang penganggur. Bukan: Dia seorang pengangguran. Bedakan. Akar katanya anggur. Menganggur berarti tidak bekerja. Orang yang tidak bekerja disebut penganggur. Proses tidak bekerja disebut pengangguran. Alur katanya seperti ini: anggur-menganggur-penganggur-pengangguran. Beda, kan?
Jadi, kalau seorang penulis berkali-kali menggunakan "dia seorang pengangguran" maka patut dipertanyakan apakah dia keliru biasa atau memang tidak tahu. Boleh jadi otaknya somplak sehingga ngoyo sekalipun salah. Orang Betawi menyebutnya: koplak!
Gara-gara Pleonasme
Kesalahan dalam tataran semantik yang juga kerap dilakukan oleh penulis adalah pleonasme. Apakah definisi pleonasme? Pleonasme adalah menggunakan kata-kata yang melebihi apa yang kita kebutuhan. Dalam anak milenial disebut lebay alias berlebihan.
Jangankan kata, rindu saja kalau berlebihan bisa merusak badan. Susah tidur. Ogah makan. Malas bergerak. Enggan mandi. Sering kali ditambah dengan uring-uringan dan empot-empotan. Kata juga begitu. Cukup sesuai dengan kebutuhan saja.
Hati-hati melintasi kenangan, di sini banyak para mantan. Kata banyak dan para satu rumpun, Sobat. Sama-sama pengunjuk makna jamak. Gunakan salah satunya saja, jangan kemaruk jadi orang. Jadi: Hati-hati melintasi kenangan, di sini banyak mantan. Lo, mantan siapa yang banyak di situ? Kalau bukan mantan saya berarti tidak apa-apa saya melintas tanpa perlu berhati-hati.
Contoh lain masih ada. Banyak guru-guru; para gadis-gadis; sekumpulan pemuda-pemuda. Perhatikan pula: Hanya aku saja yang boleh mencintaimu. Ini bukan soal kebebasan dicintai dan mencintai, melainkan penggunaan hanya dan saja dalam satu kalimat. Pilih: (1) Hanya aku yang boleh mencintaimu; atau (2) Aku saja yang boleh mencintaimu.
Bandingkan dengan kalimat ini: Dia orang paling terkenal di kota ini. Apakah penggunaan paling terkenal tidak berlebihan? Tidak, kok. Itu tepat. Kata berawalan ter- baru mengandung arti paling jika diimbuhkan pada kata sifat. Contoh: tercantik, terkeren, terkere. Dengan demikian, paling terkenal bukanlah pleonasme karena maknanya adalah paling dikenal.Â
Gara-gara Diksi
Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik dapat juga terpicu karena kesalahan memilih kata, yakni ketidaktepatan memahami makna kata, baik leksikal maupun makna gramatikal, dan ketidakjituan menempatkan kata di dalam kalimat serta kalimat di dalam paragraf.