Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Ada Penulis yang Tidak Paham Soal Proklitik, Ada!

8 Agustus 2020   14:49 Diperbarui: 10 Agustus 2020   03:17 1867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ada murid yang gagal paham soal kaidah penulisan proklitik, itu masuk akal. Tugas murid memang belajar, wajar kalau salah. Jika ada guru Bahasa Indonesia yang tidak paham kaidah penulisan proklitik, itu tidak masuk akal. Tugas guru adalah mengajar, tidak wajar kalau tidak paham pada soal seremeh itu.

Benarkah ada guru Bahasa Indonesia yang tidak tahu tentang proklitik? Tidak ada. Ilmu kebahasaan para guru Bahasa Indonesia pasti sudah tanak sehingga kemampuan mereka tidak perlu disangsikan lagi. Benarkah ada guru Bahasa Indonesia yang tidak paham soal kaidah penulisan proklitik? Tidak ada. Jangan diambil hati.

Alinea pembuka di atas hanyalah taktik norak yang saya gunakan untuk memancing atensi pembaca. Biar kalian ternganga dan terheran-heran. Selain itu, alinea pembuka tersebut hanya sebatas strategi receh agar kalian menyangka ada hal penting yang akan saya kupas.

Bagaimana kalau benar-benar ada?
Itu perkara lain. Kesalahan jelas bukan hak milik guru Bahasa Indonesia saja, melainkan banyak pihak yang mesti bertanggung jawab. Mungkin kurikulum yang gagal ditafsirkan dengan apik, mungkin sistem pendidikan yang tidak mendukung kecerdasan gramatikal di kalangan pelajar.

Coba temui teman kalian yang berprofesi sebagai guru Bahasa Indonesia. Tanyalah dengan sopan dan santun tentang apa definisi proklitik ku- dan kau-, kapan proklitik ku- atau kau- digunakan, dan apa fungsi proklitik ku- dan kau-.

Cukup tiga pertanyaan itu dulu. Kalau ada satu pertanyaan yang tidak terjawab, tidak usah ngeyel terus bertanya. Kadang seseorang mudah tersinggung kalau dicocor pertanyaan terkait bidang yang ia (anggap ia) kuasai.

Andai tiga pertanyaan itu terjawab dengan lancar, langsung sodorkan pertanyaan keempat. Bagaimana contoh penulisannya? Percaya saja, semua guru Bahasa Indonesia niscaya dapat dengan mudah menyelesaikan jawaban atas pertanyaan itu. Kalaupun ada yang gagal, mungkin sewaktu kuliah mereka sibuk mendengkur saat dosen membabar pronomina persona yang ada varian atau bentuk ringkasnya.

Bagaimana dengan penulis? Sama saja. Judul yang saya tabalkan pada artikel ini sebenarnya bersifat provokatif. Tentu saja saya punya alasan (yang sebenarnya saya buat-buat saja) untuk mempertanggungjawabkan pemilihan judul tersebut.

Ringkasnya begini. Ada segelintir (itu berarti tidak banyak) penulis yang gelagapan setiap akan menulis kata "kau". Otaknya kontan bergejolak: apakah dipisah atau digabung? Jangankan kita yang masih tergolong penulis amatiran, mereka yang penulis profesional saja masih ketar-ketir. Kadang semua dipasrahkan kepada editor yang, celakanya, ada juga sebagian tidak paham benar dengan kaidah penulisan proklitik ku- atau kau-.

Bukankah penulis dan editor juga manusia biasa yang bisa salah atau keliru? Wah, itu betul banget. Jangan ingat, guru Bahasa Indonesia juga manusia biasa. Ada saat-saat materi yang diperoleh di bangku kuliah menguap ketika dipraktikkan di depan murid-murid.

Apakah penulis, editor, dan guru tidak boleh mengalami kesalahan berbahasa? Kata siapa tidak boleh. Kesalahan dan kekhilafan itu hal mutlak yang kita butuhkan. Mustahil kita tahu mana yang lebih parah antara sakit gigi dan sakit hati jika kita tidak pernah mengalaminya. Apa yang akan kita perbaiki jika kita tidak pernah melakukan kesalahan? Tidak ada.

Supaya lebih ngeh, berikut  ini saya tuturkan tiga manfaat kesalahan berbahasa bagi kita.

  1. Kesalahan berbahasa berguna sebagai umpan balik untuk mengukur seberapa dalam seseorang memahami sesuatu.
  2. Kesalahan berbahasa berguna sebagai data atau fakta empiris bagi pengamat untuk mengetahui cara seseorang memperoleh dan mempelajari sesuatu.
  3. Kesalahan berbahasa berguna sebagai masukan dalam upaya merancang strategi baru dalam mempelajari sesuatu.

Berdasarkan ketiga manfaat di atas, dapat kita ketahui bahwa kesalahan berbahasa bukan aib mahaburuk yang dapat membuat kita kehilangan muka. Saya sendiri sering tertawa kalau membaca tulisan lama saya. Kesalahan berbahasa saya pada masa lalu justru saya jadikan cemeti untuk mencambuk semangat belajar saya.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Perhatikan gambar di atas. Dapatkah kalian mengenali kata mana saja yang dibubuhi proklitik? Tahukah kalian bahwa ada pengimbuhan proklitik yang salah? Itu saya sengaja. Hitung-hitung latihan buat kalian.

Sekarang kita kembali lagi pada perkara proklitik ku- dan kau-. Pertama, tahukah kamu apa itu proklitik ku- dan kau-? Woles saja. Itu kening tidak perlu dikerut-kerutkan. Terus baca saja dari alinea ke alinea. Nanti juga ketemu jawabannya. Oke? Sip! Begini, Sobat. Proklitik ku- adalah bentuk ringkas atau varian dari kata "aku", sedangkan kau- merupakan bentuk ringkas atau varian dari kata "engkau". 

Mudah, kan? Memang mudah, kok.  

Kedua, kapankah proklitik digunakan? Ini juga mudah. Baik proklitik ku- maupun kau- sama-sama digunakan pada kalimat yang menggunakan kata kerja pasif. Rumus asala-asalannya adalah tiap kata yang dapat dibubuhi ku- berarti dapat pula diimbuhi kau-.

Coba perhatikan pasangan kata berikut: kubaca-kaubaca, kumakan-kaumakan, kutinggalkan-kautinggalkan, kulupakan-kaulupakan, kuterima-kauterima. Lihat dengan saksama, semua kata yang mengikuti proklitik ku- dan kau- adalah kata kerja.  

Bagaimana dengan penulisan kau dan tahu? Apakah dipisah atau digabung? Tunggu dulu, Sob. Tahu apa, nih? Kalau tahu yang dimaksud adalah makanan dari kedelai (bukan keledai) maka harus ditulis terpisah. Hasilnya: Kau tahu atau tempe? Jika kata tahu yang dimaksud adalah yang bermakna sadar, insaf, paham, atau mengerti maka harus ditulis serangkai. Hasilnya: Kautahu, aku bukan tempe.

Coba simak beberapa contoh berikut ini.

  1. Kubuka mata dan kulihat kautidur dengan posisi memeluk lutut sendiri. Apakah kau tak mau lagi memeluk tubuhku?
  2. Kaumanis sore ini, manis sekali.
  3. Kaumerampas semangat hidupku.
  4. Kaurambah gundahku, kuringkus gusarmu. Kita mencari tabah pada musim yang salah.

Penulisan proklitik pada kalimat (1) sudah tepat. Proses peringkasan atau pemenggalannya dari "aku buka" menjadi "kubuka". Proklitik pada kalimat (2) tidak tepat, karena "manis" bukan kata kerja. Kesalahan penulisan proklitik kau- juga terdapat dalam kalimat (3).

Harus kita camkan bahwa kau- atau ku- diikuti oleh bentuk dasar suatu kata. Sementara itu, "merampas" pada contoh (3) merupakan turunan dari "rampas" yang dibubuhi awalan me-. Kalau mau mengubahnya bisa menjadi "kau merampas" atau "kaurampas".

Bagaimana dengan kata kau pada contoh kalimat (1) di atas? Penulisannya sudah tepat. Kau dalam kalimat tersebut tidak dalam posisi sebagai proklitik, tetapi sebagai pengganti "engkau". Lagi pula, tak bukan kata kerja. Khusus kalimat (4) tidak perlu diambil hati. Mencari tabah, kok, pada musim yang salah. Ambyar!

Tunggu dulu. Berarti judul lagu yang dipopulerkan oleh Slank keliru, dong? Ku Tak Bisa memang seharusnya ditulis Aku Tak Bisa. Namun, syair sebuah lagu dapat kita hitung sebagai puisi yang punya hak khusus bernama lisensi puitik.

Bagaimana kalau Kaka atau Bimbim tidak tahu kaidah penulisan proklitik ku- dan kau-? [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun