Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sindrom Avitaminosis di Hadapan Kompasianer Milenial dan Primordial

15 Juli 2020   23:44 Diperbarui: 16 Juli 2020   00:20 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: classicfm.com

Pernahkah kepala Anda sontak bergoyang-goyang saat mengeja kata yang kurang satu huruf? Pernahkan Anda merasa geli seakan-akan ada sesuatu yang bergerak di kornea mata ketika melihat kata kurang satu huruf? Tanda-tanda itu bagian dari dampak sindrom avitaminosis, yakni kekurangan vitamin kosakata yang diderita oleh penulis. 

Sindrom ini tergolong lucu. Lebih tepatnya, konyol. Hal itu terjadi karena yang merasakan gangguan justru pembaca alih-alih penulis. Sebagai penderita, penulis merasa baik-baik saja. Tidak merasa bersalah, apalagi berdosa.

Banyak penulis yang tidak sadar bahwa mereka menderita sindrom avitaminosis. Itu yang kerap membuat pembaca kehilangan rasa sabar. Ada juga sebagian Kompasianer, baik yang milenial maupun primordial, yang mengidap sindrom avitaminosis. Mereka tidak tahu bahwa, sesungguhnya, sindrom tersebut memicu gangguan kenyamanan membaca. 

Bagi sebagian pembaca, gangguan kenyamanan itu ditandai dengan sensasi tidak menyenangkan yang pada mata sehingga menimbulkan dorongan kuat untuk menggeretakkan geraham.

Sensasi tersebut bisa berupa rasa gatal mata, geli hati, nyeri memori, dan kram kosakata. Seperti ada serangga atau sedang merayap di permukaan bola mata. Biasanya terjadi ketika pembaca sedang menikmati artikel di layar gawai, terutama pada malam hari, hingga dapat mengganggu kenikmatan membaca dan kualitas memahami bacaan.

Bagi penulis, "vitamin kosakata" merupakan senyawa gramatika yang telah lama dikenal di kancah kepenulisan. Sejak ribuan tahun lalu penulis sudah mengenal vitamin sebagai salah satu senyawa yang dapat memberikan efek kesehatan bagi tubuh. Vitamin kosakata memiliki peranan spesifik di dalam tulisan dan dapat memengaruhi kualitas atau tingkat keterbacaan. Jika kadar senyawa kosakata tidak mencukupi, kesejahteraan rohani pembaca dapat terusik.

Tulisan hanya memerlukan vitamin kosakata dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan itu diabaikan maka metabolisme makna di dalam tulisan kita akan terganggu. Tidak dapat dimungkiri, fungsi vitamin kosakata tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. 

Gangguan kesehatan avitaminosis cukup beragam. Bisa kekurangan huruf a, b, c, dan sebagainya. Apabila penulis kekurangan satu huruf saja dalam satu kata maka pembaca akan mengalami gangguan pemaknaan. Kata meraung berbeda makna jika tercetak merang. Kata menggalakkan tidak semakna dengan menggalakan.

Di samping itu, asupan vitamin juga tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan metabolisme makna pada tulisan. 

Penulis dan Sindrom Avitaminosis

Kekurangan vitamin kosakata bisa dialami oleh penulis pemula (baca: Kompasianer Milenial). Namun, kekurangan vitamin K juga bisa menimpa penulis bangkotan (baca: Kompasianer Primordial). Orang yang kekurangan nutrisi ini dapat mengalami sejumlah masalah kesehatan yang serius, terutama penyakit salah kaprah kronis.

Vitamin K, misalnya, adalah senyawa yang berperan penting dalam menghasilkan kemurnian elemen kata yang menunjang pemastian makna. Dikontrakkan, misalnya lagi, berbeda dengan dikontrakan. Dikontrakkan berarti bisa atau boleh dikontrak, sedangkan dikontrakan bermakna dibuat menjadi kontra atau berlawanan.

Bayangkan pula jika saring jadi saing. Jauh bedanya. Demikian juga apabila keras jadi kera. Maknanya sungguh bagai jarak antara langit dan bumi. Sepele, tetapi merusak metabolisme makna.

Sindrom avitaminosis dapat dialami oleh anak-anak, remaja, hingga lansia. Penyebabnya jelas tidak ada kaitannya dengan faktor genetik, tetapi ada hubungannya dengan faktor lingkungan. Penulis yang tumbuh di tengah keluarga atau lingkungan yang doyan membaca niscaya kaya kosakata. Selain itu, faktor lain yang bisa memantik sindrom avitaminosis sebagai berikut.

  1. Kemalasan. Sindrom avitaminosis vitamin K sering menimpa orang yang malas membaca, enggan belajar, dan sungkan bertanya. Gudang kosakatanya tidak bertambah. Tata bahasanya begitu-begitu saja.
  2. Gangguan konsentrasi. Sindrom avitaminosis juga berkaitan dengan gangguan konsentrasi akibat serangan buru-buru dan cemas kehilangan pengagum. Menurut penelitian, saya lupa siapa dan kapan risetnya dilakukan, penderita gangguan konsentrasi sering mengalami saltik.
  3. Kekurangan nutrisi gramatika. Munculnya gejala sindrom avitaminosis juga sering dikaitkan dengan kekurangan nutrisi tertentu, seperti defisiensi memori bahasa, kekurangan kalori ejaan, atau miskin gairah buka kamus. 

Sumber Gambar: thejakartapost.com
Sumber Gambar: thejakartapost.com


Agar Terhindar dari Sindrom Avitaminosis


Hingga saat ini belum ada pengobatan khusus yang dapat menyembuhkan sindrom avitaminosis. Tidak ada dokter yang dapat menyembuhkannya. Satu-satunya cara, pengobatan sindrom avitaminosis sejauh ini hanya dapat dilakukan oleh si penderita. Orang lain hanya bisa membantu meredakan gejala dan memperbaiki kosakata penderita.

Ada beberapa cara berikut yang bisa dilakukan untuk membantu meringankan gejala.

  1. Terapkan gaya hidup getol membaca. Mengonsumsi bacaan, terutama bacaan dengan gizi seimbang. Dapat pula ditambah dengan kebiasaan nencatat kata yang tidak diketahui artinya. Selain itu, tidak malu bertanya.
  2. Olahraga mata dan relaksasi ingatan. Olahraga mata berupa rutin membaca dan mengelola ingatan dengan baik dapat membantu mencegah gejala sindrom avitaminosis berulang. Anda bisa melakukan olahraga mata ringan, seperti membaca artikel di Kompasiana.
  3. Konsumsi suplemen kata. Gejala sindrom avitaminosis dapat muncul akibat kekurangan nutrisi kata. Maka dari itu, Anda perlu mengonsumsi suplemen kata tambahan lewat seperti kamus dan tesaurus.

Sembuhkan Sindrom Avitaminosis Anda

Jika gejala sindrom Anda terus memburuk setelah melakukan beberapa cara di atas, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter bahasa untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.

Cari saja plang Praktik Dokter Bahasa Indonesia di sekitar Anda. Saya berdoa semoga Anda beruntung menemukannya. [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun