Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Jangan Baca Artikel Ini, Nanti Kamu Kecele

8 Juli 2020   20:28 Diperbarui: 9 Juli 2020   06:45 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bergotong royong membersihkan selokan dan lingkungan. (Ilustrasi: indonesiana.id)

(1)

Seorang teman bertanya kepadaku. "Berikan aku tips agar tidak buntu saat menulis!"

Aku balik bertanya, "Tips?"

Ia mengangguk. "Semacam saran, nasihat, atau petunjuk praktis biar lancar saat menulis."

Aku menggeleng. "Aku tidak punya tips, Bro. Kalau tip, ada beberapa!"

Kita punya kebiasaan menambahkan huruf di belakang satu kata. Seharusnya tip, kita sebut tips. Kebiasaan itu kita kaprahkan. Sampai-sampai sekarang kita menyangka bahwa tips itu benar, padahal keliru. Kata yang tepat adalah tip.

Contoh lain adalah fan. Kata bermakna 'pengagum atau penggemar' itu sering benar kita sebut fans. Apa tujuannya? Jika ingin membentuk makna jamak, gunakan saja 'para penggemar'. Bukan keminggris atau sok nginggris dengan membubuhkan huruf /s/ setelah /n/.

Dalam dunia linguistik, kebiasaan menambah huruf di belakang satu kata disebut paragog. Ah, sudahlah. Jangan terlalu serius. Kita memang sudah terbiasa salah kaprah, Temans! 

Aduh, maaf, saya ikut-ikutan paragog.

Baca juga: Ketidakadilan Gender dalam KBBI

(2)

Pagi sedang terik. Matahari tengah mempertunjukkan kuasanya.

Di seberang jalan, seorang bapak sedang meneriaki anaknya. "Bersihkan sampah di selokan!"

Si Anak buru-buru turun ke selokan sembari menggerutu, "Semuanya?"

Sang Bapak sepertinya lupa cara tersenyum. "Jangan banyak bacot!"

Untung bukan saya yang diteriaki. Kalau saya jadi si anak, alamat panjang perkara. Saya bakal bertanya, "Apa maksudnya sampah dibersihkan?" Atau, "Bagaimana cara membersihkan sampah di selokan itu?" Atau, "Apakah sampah di selokan harus dilap atau dicuci supaya bersih?"

Jadi panjang, kan? Untung bukan saya yang disuruh. Kamu jangan bingung, toh bukan kamu yang menyuruh. Baiklah, saya jelaskan. Mestinya selokan yang dibersihkan. Kalau selokan bersih dari sampah, air bisa lancar mengalir. Kalau sampah yang dibersihkan, misalnya botol bekas, bisa dijual ke penadah barang loak.

Itu percakapan, kan? Dalih itu bisa kita jadikan pembenaran. Kita bisa berkilah atau mengambil alasan bahwa dalam percakapan itu hal lumrah. Bisa juga kita bersembunyi di balik kalimat "suka-suka gue!" dan yang semacamnya. Terserah.

Hanya saja, sesekali berpotensi menjadi berkali-kali. Lama-lama kita akan terbiasa. Ujung-ujungnya, ya, salah kaprah.

(3)

Saya bilang juga apa, jangan baca artikel remeh ini. Ini soal remeh-cemeh. Kasihan waktumu tersita karena perkara yang remeh-temeh. 

Maaf, ya. [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun