Untung bukan saya yang diteriaki. Kalau saya jadi si anak, alamat panjang perkara. Saya bakal bertanya, "Apa maksudnya sampah dibersihkan?" Atau, "Bagaimana cara membersihkan sampah di selokan itu?" Atau, "Apakah sampah di selokan harus dilap atau dicuci supaya bersih?"
Jadi panjang, kan? Untung bukan saya yang disuruh. Kamu jangan bingung, toh bukan kamu yang menyuruh. Baiklah, saya jelaskan. Mestinya selokan yang dibersihkan. Kalau selokan bersih dari sampah, air bisa lancar mengalir. Kalau sampah yang dibersihkan, misalnya botol bekas, bisa dijual ke penadah barang loak.
Itu percakapan, kan? Dalih itu bisa kita jadikan pembenaran. Kita bisa berkilah atau mengambil alasan bahwa dalam percakapan itu hal lumrah. Bisa juga kita bersembunyi di balik kalimat "suka-suka gue!" dan yang semacamnya. Terserah.
Hanya saja, sesekali berpotensi menjadi berkali-kali. Lama-lama kita akan terbiasa. Ujung-ujungnya, ya, salah kaprah.
(3)
Saya bilang juga apa, jangan baca artikel remeh ini. Ini soal remeh-cemeh. Kasihan waktumu tersita karena perkara yang remeh-temeh.Â
Maaf, ya. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H