Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bahasa Indonesia Itu Kaya

14 Juli 2019   13:33 Diperbarui: 19 September 2020   18:14 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai senjata dalam mencurahkan gagasan patut bersyukur. Alasannya sederhana, karena bahasa Indonesia kaya. Malah sangat kaya. Kosakata dan ungkapan akan terus bertambah lantaran bahasa selalu bertumbuh dan bertambah.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi I (KBBI I, 1988) memuat 62.100 butir masukan. KBBI II (1991) memajang sekitar 72.000 butir lema. Pada KBBI III (2008) bertambah menjadi 78.000 lema dan 2.034 peribahasa. KBBI IV (2008) dipermeriah dengan memuat hingga 90.049 lema dan sublema. Puncaknya, isi KBBI V semakin kaya dengan 127.036 lema.

Mengapa lema bahasa Indonesia bisa sedemikian kaya? Jawabannya sederhana. Kosakata kita dijala di laut lepas bernama bahasa daerah dari antero Nusantara. Bukan hanya itu, para pekamus kita juga berburu kosakata di rimba luas bernama bahasa asing dari seluruh penjuru dunia.

Mula-mula hanya susu dan tetek, kemudian hadir payudara yang kita "pukat" dari bahasa Sanskerta. Mula-mula menyeruak kata persaingan, pertandingan, atau perlombaan, lalu menyembul kata kontestasi. Itu hanya sekadar menyebut contoh.

Jika kita mau meluangkan waktu bertamasya dari lema ke lema, kita akan melongo, melengak, dan melengung. Boleh jadi menjelengar dan menyelingar. Dalam situasi digelimuni rasa takjub dan heran, kita bakal terpangah, terpegun, dan tertegun. Sembilan kata tersebut baru sebagian kecil dari variasi kata "terkejut" dalam bahasa Indonesia.

Dalam hal 'terkejut dengan mata terbuka lebar-lebar', masih ada segelintir penulis yang sangat setia pada kata membelalak. Bayangkan apabila novel setebal 400 halaman memuat kata membelalak sebanyak 30--40 kali. Padahal, bahasa Indonesia masih punya membelalang dan mencelang (jika hanya terkejut) atau membeluntang (jika terkejut dan tegang),

Manakala kita berniat menyiratkan makna 'berkata-kata dengan keras' ke dalam kalimat, kita bisa beralih ke kata membentak, menghardik, atau memaki. Kita dapat pula memilah varian kata serupa dan memilih kata yang tepat dan pas dengan konteks kalimat yang kita inginkan. Ada menyegak dan menyenggak, ada meredik dan merengus, ada mencuca dan mencura.

Ketika kita ingin mendeskripsikan karakter tokoh yang "bawel", kita bisa memilih diksi mulut rambang bagi tokoh 'yang bawel minta ampun dalam urusan penampilan'. Bagi yang 'suka mencela' kita bisa menggunakan calak, celomes, comel, cerewet, gapil mulut, atau galatak. Bahkan, ceramah. Untuk tokoh yang sering 'mengejek, menghina, atau menyindir orang lain' ada nyinyir, nyenyeh, atau mulut gatal. 

Tokoh yang 'gampang mengeluh' dapat kita sebut rewel, sementara yang 'suka memotong atau menyela perkataan orang lain' kita sebut beleter atau belu belai. Khusus tokoh yang 'sering kali menyombongkan diri dengan mengagul atau membesar-besarkan' sudah kita kenal istilah berlagu (bentuk takbaku: belagu). 

Semua kata di atas masih varian kata "bawel" yang seluruhnya berjumlah 39 kata. Adapun bawel hanyalah 1 (satu) dari 128 varian kata "berbicara".

Varian kata "bodoh" juga tidak sedikit. Ada 89 kata lain yang dapat kita pilih untuk menggambarkan karakter tokoh yang 'tidak mudah mengerti; tidak mudah tahu; tidak dapat mengerjakan'. Ada kata bahlul, bebal, bebel, bego, dan beloon untuk 'orang yang susah mengeri atau disuruh ke sana malah ke sini". Ada pula bambung, beloh, bongak, dogol, domot, dongok, dungu, dan pilon bagi 'orang yang susah dikasih tahu'. Jangan lupa goblok, tolol, cetek, dan jahil mukarab buat orang suka 'bodohnya tidak ketulungan'.

Khusus untuk orang yang 'bodoh tetapi sok tahu' ada kata songong, sengak, dan pongah. Ada pula kata bongkong bagi yang 'bodoh dan tidak tahu sopan santun'. Bagi yang 'otaknya tumpul banget' silakan menggunakan majal, odoh, atau otak hampa. Belum lagi pusung dan tongong bagi siapa saja 'yang merasa pintar padahal pandir'.  

Sekali lagi, bahasa Indonesia sangat kaya.

Meski begitu, kita mesti berhati-hati dalam memilih diksi. Tidak semua kata yang bermakna mirip dapat dipertukarkan penggunaannya. Dalam konteks tertentu, benar dan betul dapat kita pertukarkan. Namun, cermatlah dalam membubuhkan kebenaran dan kebetulan ke dalam kalimat.

Contoh serupa adalah sekalipun dan sekali pun. Sekilas berasa mirip, padahal tidak serupa dan tidak semakna. Kata sekalipun merupakan 'penyangkal terhadap sesuatu', sedangkan sekali pun adalah 'penegas jumlah sesuatu'. Perhatikan contoh berikut.

  1. Aku tetap akan mengingatmu sekalipun kamu sudah melupakanku.
  2. Sejak dia merantau, belum sekali pun aku melihatnya. 

Bahasa Indonesia masih punya sekali (satu kali), sekali-sekali (tidak sering, tidak selalu, kadang-kadang; coba-coba), sesekali (bentuk singkat dari sekali-sekali), sekali-kali (sedikit pun jangan, sedikit pun tidak, atau sama sekali), dan sekalian (sekali jalan; semuanya [tanpa kecuali]; semua; serentak atau bersama-sama). Simak contoh berikut.

  1. Aku ingin berkali-kali jatuh cinta kepadamu, bukan hanya sekali.
  2. Meskipun kita sudah berpisah, cobalah sesekali kaukenang masa lalu.
  3. Jangan sekali-kali engkau remehkan ketabahanku.
  4. Jika kamu sudah tidak mencintaiku, sekalian tinggalkan aku.

Hanya saja, kekayaan itu tidak serta-merta membuat penulis kita leluasa memilih diksi sesuai dengan makna yang diangankan. Malah masih ada segelintir penulis yang linglung membedakan makna kata, sehingga diksi yang dipilih melenceng dari makna yang diinginkan.

Penyebabnya remeh, gara-gara kita enggan melanglang di halaman-halaman kamus. Padahal, KBBI sekarang sudah sangat enteng. Kini kita dapat membawanya ke mana-mana. Tinggal unduh aplikasi KBBI Daring. Sesederhana itu. [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun