Garang pada masa awal. Begitu kondisi kubu KMP. Ada "bom waktu" yang tiba-tiba meledak sehingga fondasi koalisi retak. Tiga partai politik pendukung KMP hengkang. Kemudian, ketiga-tiganya bergabung dengan KIH untuk mendukung pemerintah. Ketiga partai tersebut adalah PAN, PG, dan PPP. KMP praktis tinggal dihuni oleh Gerindra dan PKS.Â
Dari hari ke hari, tekanan oposisi atas pemerintah melemah. KMP lamban dalam mempersoalkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap berlawanan dengan visi partai-partai oposisi atau bertentangan dengan kepentingan rakyat.Â
Belakangan, beberapa elite oposisi malah cenderung menjadi "Parlemen Media Sosial". Gejala ini setidaknya diwakili oleh Fadli Zon (Gerindra) dan Fahri Hamzah (mantan petinggi PKS).
Pengalaman Bersama Mantan
Namun, jangan dikira Gerindra pendendam. Mereka sangat pemaaf.
Golkar dan PPP memang seperti mantan yang tidak tahu jalan pulang, tetapi PAN akhirnya menjadi laksana cinta lama yang bersemi kembali. PAN bergabung dengan Koalisi Adil Makmur untuk mengusung Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019.
Adapun Partai Demokrat, semula bagaikan gebetan yang diam-diam ditaksir dari kejauhan, juga memutuskan bergabung dengan Koalisi Adil Makmur. Koalisi ini dari luar tampak gagah dan megah. Gerindra, PAN, dan PD dalam balutan nasionalisme, sementara PKS dalam balutan agamaisme.
Sayang sekali, Gerindra selaku "pemimpin geng" KAM sepertinya gamang. Pada satu sisi terlihat terlalu percaya kepada teman, pada sisi lain sangat protektif melindungi kepentingan sendiri. Persis bermain lepas tangkap, dilepas sendiri ditangkap sendiri. Mari kita kupas satu -satu.
Terlalu percaya kepada teman. Sudah tahu PAN pernah menelikung dan menyeberang ke kubu lawan, tetap saja diterima dan dipercaya sepenuh hati untuk bergabung dengan koalisi. Rasanya seperti menerima mantan yang pernah atau bahkan berkali-kali menyakiti.Â
Akibatnya fatal. Gejala PAN bakal kembali menikam dari belakang mulai terlihat. Ketum PAN, sekaligus Ketua MPR, tampak asyik berhaha-hihi dengan Presiden Jokowi dalam sebuah acara di Istana Negara.
Interaksi sosial negatif karena hubungan pertemanan yang buruk sebenarnya berbahaya bagi kesehatan pikiran. Ujung-ujungnya memicu psikosomatik, lalu mengancam kesehatan fisik. Jika PAN benar-benar bergabung dengan kubu Jokowi, Gerindra akan merasa bagaikan menderita kadas dan kurap. Malunya tak seberapa, gatalnya yang tidak terkira.
Sejatinya, pertemanan buruk dapat mengatrol kadar protein yang menyebabkan peradangan. Bahkan, menurut riset yang dikabarkan CBS New York, interaksi sosial negatif gara-gara hubungan pertemanan buruk dapat memicu penyakit jantung, diabetes, dan kanker. Sungguh mengerikan.