Hasilnya bisa kita lihat sendiri. Sudah 22 gol yang ia lesakkan ke gawang klub dari Negeri Ratu Elisabeth. Jelas ini bukan torehan biasa, sebab seluruh gol tersebut dilesakkan hanya dalam 29 laga.
Si Kutu menjadikan Arsenal sebagai lumbung dengan raihan sembilan gol dalam enam laga; Manchester City dihadiahi enam gol dalam enam laga; Chelsea dilimpahi tiga gol dalam 10 pertemuan; kado dua gol untuk Manchester United dalam dua laga final; serta dua gol persembahan untuk Tottenham dalam satu pertemuan.
Liverpool satu-satunya klub Inggris yang patut bersyukur karena belum diberkati gol oleh Si Kutu dalam dua pertemuan. Namun, Liverpool bisa jadi akan dikoyak-koyak oleh Messi apabila Barcelona dan Liverpool lolos ke semifinal.
Jadi, Messi tetaplah Messi. Usianya saat ini memang sudah bukan usia emas bagi pesepak bola, tetapi sihirnya masih tetap memukau.
Setan Merah sudah lama tidak mengangkat Si Kuping Lebar. Puasa gelar juara di UCL sudah berlangsung selama puluhan tahun. Salah satu memori indah di final UCL justru terjadi di Camp Nou, Barcelona, pada musim 1998/1999.
Kala itu, Setan Merah tertinggal 0-1 dari Bayern Muenchen. Waktu normal laga tersisa 10 menit ketika Sang Penyelamat turun ke lapangan. Tidak lama berselang, Teddy Serringham mencetak gol penyeimbang bagi Setan Merah.
Sang Penyelamat kemudian menunjukkan tajinya pada waktu tambahan. Sebuah golnya memastikan gelar kedua Setan Merah di UCL. Sang Penyelamat itu kini ikut mendampingi Setan Merah di laga perempat final UCL musim ini. Ia bernama Ole Gunner Solksjaer.
Setelah menyelamatkan Setan Merah dari keterpurukan di Liga Inggris selama dibesut oleh Jose Mourinho, setelah memulihkan nama baik Setan Merah akibat kalah 0-2 di kandang sendiri melawan PSG, Solksjaer pasti ingin mengguratkan kenangan manis lagi bagi Manchurian, julukan suporter Setan Merah.
Faktor lain yang dapat membantu Setan Merah adalah Paul Pogba. Tentu masih lekat dalam ingatan pencinta sepak bola tatkala Prancis "memulangkan" Argentina di Piala Dunia Rusia 2018.
Nah, salah satu bintang Prancis saat itu adalah Paul Pogba. Gelandang mahal ini sukses mematikan kreativitas Messi di lapangan tengah. Si Kutu benar-benar mati kutu di hadapan Pogba.