Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketika Capres Ditanya Aktivitas Ibadahnya

15 Maret 2019   18:04 Diperbarui: 26 Mei 2019   15:49 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin mendekati 17 April, hawa politik di Indonesia semakin panas. Indonesia yang ramah mulai bergerak ke arah Indonesia yang marah. Lalu lalang cibiran dan nyinyiran setiap saat terlihat padat di linimasa media sosial.

Naga-naganya sulit mengharapkan kampanye Pilpres 2019 yang damai, yang jauh dari dekap caci maki dan peluk cibir-nyinyir, yang bersih dari hujat-menghujat dan cela-mencela. Berharap kampanye yang damai dan adem ayem persis seperti berharap bibit tanaman tumbuh subur di atas batu. Begitu pelik, begitu sukar.

Tanpa terasa tagar #prabowojumatandimana sudah memasuki bulan ketiga mejeng di Twitter. Pengabarnya dari berbagai kalangan, baik dari pihak Pak Jokowi maupun dari kubu Pak Prabowo. Dari pihak Pak Jokowi seolah-olah bertanya, sedangkan dari pihak Pak Prabowo seakan-akan menjawab. Baik pihak Pak Jokowi maupun kubu Pak Prabowo setali tiga uang, serupa walau tidak mirip, sama-sama getol menghujat.

Ketika menjawab pertanyaan Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa, Rabu (27/2/2019), Sandiaga Uno--tandem Pak Prabowo dalam pertarungan politik 2019--menjawab dengan lugas bahwa tagar tersebut hanya berembus di kalangan elite. "Masyarakat tidak pernah menanyakan isu agama selama saya turun ke lapangan," ujar Pak Sandi seraya tersenyum ramah.

Kalau dipikir-pikir, itu juga kalau kita mau sedikit berpikir, setidaknya ada dua alasan mengapa tagar ini terus muncul setiap hari Jumat di Twitter. 

Pertama, karena Pak Prabowo didukung oleh ijtima'ulama. Akibat mendapat dukungan penuh dari jajaran ulama alumni 212, layak dimaklumi apabila ada saja pihak yang mempertanyakan "keislaman" Pak Prabowo. 

Kedua, karena Pak Prabowo didukung oleh tokoh-tokoh yang doyan berkoar tentang Islam. Belum hilang dari ingatan soal pendapat Mbah Amien Rais tentang partai Allah dan partai setan. Belum lagi doa Mbak Neno Warisman yang terkesan "mengancam Tuhan" karena tidak ingin kubu Pak Prabowo kalah.

Kedua alasan tersebutlah yang menggiring segelintir orang sampai meragukan identitas keislaman Pak Prabowo. Logika sederhananya, capres yang didukung oleh ulama mestinya dapat menjadi suri teladan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam beribadah. Tidak heran jika tagar tersebut terus bertahan hingga sekarang.

Selain itu, Pak Prabowo sendiri kemudian melanggar dan melabrak usulan cawapres yang disodorkan oleh para ulama. Ijtima' ulama menganjurkan supaya Pak Prabowo memilih satu di antara Ustaz Abdul Somad atau Salim Segaf. 

Tak disangka, Pak Prabowo malah memilih Sandiaga Uno. Hebatnya, saudagar muda yang separtai dengan Pak Prabowo tersebut belakangan disebut-sebut sebagai santri oleh pentolan pengusungnya.

Pihak Pak Jokowi mestinya maklum bahwa Pak Prabowo punya hak prerogatif dalam memilih pendamping. Siapa pun yang beliau pilih jelas tidak boleh disanggah atau dibantah. Itu sebabnya para ulama yang mendukung beliau sama sekali tidak menyanggah atau membantah. Itu sebabnya pula para pendukung dan pengusung Pak Prabowo tidak pernah mengungkit-ungkit sisi keislaman Pak Prabowo.

Sumber Grafis: kisspng.com (Dokpri)
Sumber Grafis: kisspng.com (Dokpri)
Dengan demikian, sumir rasanya tatkala tagar tentang Prabowo jumatan di mana tiada henti menerjang linikala. Biar bagaimanapun, salat adalah bagian dari ibadah. 

Setiap yang bernama ibadah mengandung unsur cinta rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Pak Prabowo tidak harus sesumbar setiap Jumat untuk menjabarkan di mana beliau akan salat Jumat. Ibadah kok dipamer-pamer.  

Memang benar bahwa salat Jumat jauh lebih mudah diselusuri dibanding salat yang lain. Mungkin saja seorang muslim salat Isya di rumah ketika batang hidungnya tidak tampak di antara jamaah di masjid, tetapi tidak begitu dengan salat Jumat. Kenapa? Sebab, salat Jumat mesti dilakukan secara berjamaah di masjid. 

Walau begitu, tetap bukan keharusan mempertanyakan lokasi masjid tempat Pak Prabowo jumatan. Beliau calon presiden, tidak ada kait-pautnya dengan beliau jumatan di mana. 

Tatkala seorang pendukung memajang spanduk tentang rencana Pak Prabowo salat Jumat di Masjid Agung Semarang beredar, warganet sontak mencibir. 

Ada yang menyebut pamer, ada yang menuding pencitraan, ada yang menuduh ria. Pak Hidayat, petinggi PKS, kontan mencibiri siapa saja yang berprasangka buruk atas aktivitas jumatan Pak Prabowo. Kata beliau, "Giliran diumumkan mau jumatan di mana malah dituduh pamer."

Cibiran Pak Hidayat, jika ditelaah secara akal sehat menurut alir pikir beliau, sebenarnya masuk akal. Setiap Jumat ditanya-tanya, giliran disebarkan akan jumatan di mana malah ditertawakan. Kasihan, kan. 

Sumber Grafis: kisspng.com (Dokpri)
Sumber Grafis: kisspng.com (Dokpri)
Sekalipun demikian, Pak Prabowo tidak perlu berkecil hati. Menjadi calon presiden memang tidak mudah. Tidak banyak pula elite politik yang mampu menanggung beban menjadi cawapres atau capres berkali-kali. Hanya Pak Prabowo yang sanggup melakukannya. Yang lain pasti banyak perhitungan dan rentan menanggung malu, Pak Prabowo punya rasa percaya diri yang tinggi.

Setidaknya itu satu sisi heroik dari Pak Probowo. 

Apakah berat menjauhkan hal-hal beraroma kampanye negatif dari kancah pertarungan politik? Bagi warga di negara lain mungkin berat, tetapi ringan bagi penduduk Indonesia. 

Itu karena penduduk Indonesia mahir mengklaim: pihak Pak Jokowi mengaku berakal waras, kubu Pak Prabowo mengaku berakal sehat. Tidak satu pihak pun yang mengaku berakal tidak waras atau sakit.

Sumber Grafis: kisspng.com (Dokpri)
Sumber Grafis: kisspng.com (Dokpri)
Maka dari itu, percuma saja segelintir orang berkoar-koar tentang kampanye positif. Mengapa? Sebab yang laku di masyarakat justru kampanye negatif dan kampanye hitam. Bercuap-cuap tentang pesta demokrasi pun rasanya hambar. Bukan apa-apa, elite kedua pihak yang "berseteru" sudah sama-sama memaklumatkan perang. 

Andai kata saya masuk dalam jajaran juru kampanye kubu Pak Jokowi, saya tidak akan ikut-ikutan mempertanyakan di mana Pak Prabowo akan jumatan. 

Lebih baik saya mempertanyakan bagaimana cara Pak Prabowo menggenjot pembangunan tanpa utang, menurunkan harga-harga tanpa merugikan konsumen, dan menjaga kestabilan pangan tanpa impor.

Jika itu kurang mempan, saya pasti menanyakan perkara lain seputar mengapa hanya 1% penduduk Indonesia yang menikmati kekayaan alam dan langkah taktis apa yang akan beliau lakukan supaya kekayaan alam itu dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih detail lagi, seperti apa adil dan merata di benak beliau.

Saya tetap akan bersikukuh, seandainya saya juru kampanye Pak Jokowi, tidak mempertanyakan identitas keislaman Pak Prabowo. 

Sekalipun kubu sebelah tak henti-henti menebar fitnah seperti azan akan dilarang, pelajaran agama dihapus, kondom dibagikan secara gratis, atau perkawinan sejenis dibolehkan, saya tidak akan membalas dengan cara yang sama. Jika itu saya lakukan berarti sama saja dengan kubu lawan.

Untung saya bukan juru kampanye pihak mana pun. Saya sebatas penggembira, sekalipun jelas memilih satu di antara dua pasangan calon, yang menikmati keriuhan sebagai tontonan segar dari kejauhan. Kadang saya tergelak melihat perangai pihak Pak Jokowi, kadang saya tertawa melihat pongah pendukung Pak Prabowo. 

Tertawa saja. Tidak lebih, tidak kurang. [khrisna]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun