Semakin mendekati 17 April, hawa politik di Indonesia semakin panas. Indonesia yang ramah mulai bergerak ke arah Indonesia yang marah. Lalu lalang cibiran dan nyinyiran setiap saat terlihat padat di linimasa media sosial.
Naga-naganya sulit mengharapkan kampanye Pilpres 2019 yang damai, yang jauh dari dekap caci maki dan peluk cibir-nyinyir, yang bersih dari hujat-menghujat dan cela-mencela. Berharap kampanye yang damai dan adem ayem persis seperti berharap bibit tanaman tumbuh subur di atas batu. Begitu pelik, begitu sukar.
Tanpa terasa tagar #prabowojumatandimana sudah memasuki bulan ketiga mejeng di Twitter. Pengabarnya dari berbagai kalangan, baik dari pihak Pak Jokowi maupun dari kubu Pak Prabowo. Dari pihak Pak Jokowi seolah-olah bertanya, sedangkan dari pihak Pak Prabowo seakan-akan menjawab. Baik pihak Pak Jokowi maupun kubu Pak Prabowo setali tiga uang, serupa walau tidak mirip, sama-sama getol menghujat.
Ketika menjawab pertanyaan Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa, Rabu (27/2/2019), Sandiaga Uno--tandem Pak Prabowo dalam pertarungan politik 2019--menjawab dengan lugas bahwa tagar tersebut hanya berembus di kalangan elite. "Masyarakat tidak pernah menanyakan isu agama selama saya turun ke lapangan," ujar Pak Sandi seraya tersenyum ramah.
Kalau dipikir-pikir, itu juga kalau kita mau sedikit berpikir, setidaknya ada dua alasan mengapa tagar ini terus muncul setiap hari Jumat di Twitter.Â
Pertama, karena Pak Prabowo didukung oleh ijtima'ulama. Akibat mendapat dukungan penuh dari jajaran ulama alumni 212, layak dimaklumi apabila ada saja pihak yang mempertanyakan "keislaman" Pak Prabowo.Â
Kedua, karena Pak Prabowo didukung oleh tokoh-tokoh yang doyan berkoar tentang Islam. Belum hilang dari ingatan soal pendapat Mbah Amien Rais tentang partai Allah dan partai setan. Belum lagi doa Mbak Neno Warisman yang terkesan "mengancam Tuhan" karena tidak ingin kubu Pak Prabowo kalah.
Kedua alasan tersebutlah yang menggiring segelintir orang sampai meragukan identitas keislaman Pak Prabowo. Logika sederhananya, capres yang didukung oleh ulama mestinya dapat menjadi suri teladan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam beribadah. Tidak heran jika tagar tersebut terus bertahan hingga sekarang.
Selain itu, Pak Prabowo sendiri kemudian melanggar dan melabrak usulan cawapres yang disodorkan oleh para ulama. Ijtima' ulama menganjurkan supaya Pak Prabowo memilih satu di antara Ustaz Abdul Somad atau Salim Segaf.Â
Tak disangka, Pak Prabowo malah memilih Sandiaga Uno. Hebatnya, saudagar muda yang separtai dengan Pak Prabowo tersebut belakangan disebut-sebut sebagai santri oleh pentolan pengusungnya.