Virgina tidak ikut-ikutan mencibir atau mencebik seperti pendukung petahana. Dia jaga jemarinya agar tidak mengoyak luka atau menyaya kulit tabah Ferguso. Dia praktikkan falsafah "jangan buru-buru". Dia jalani ritual "berpuasa mencaci" secara sungguh-sungguh.
Itu semata-mata contoh betapa terburu-buru menafsirkan sesuatu dan mengumbarnya ke media sosial dapat merusak harkat diri. Perilaku seperti itu hendaknya tidak ditiru. Bukan sekadar suka grasa-grusu memajang sesuatu di medsos, melainkan sekaligus mengata-ngatai orang lain dongok.
Virgina menyajikan satu contoh konkret, yakni cuitan seorang anggota Dewan Warga Takada--Ibu Hanya Rachmar. Wakil rakyat yang terhormat ini menyajikan amsal menarik terkait pengambilalihan saham sebuah perusahaan tambang asing dengan niaga mengontrakkan rumah.
Perumpamaan beliau sebenarnya menarik. Mestinya pas masa kontrak habis, pemilik rumah tingal mengambil alih rumah; bukan membeli rumah sendiri kepada yang mengontrak dengan memakai uang hasil berutang. Begitu kicau beliau.
Bagi Virgina, itu kicauan brilian. Bahkan sangat brilian konyolnya. Sebagai anggota Dewan Warga Takada, Ibu Hanya bisa meminta dokumen Kontrak Karya kepada Pemerintah Takada, lalu menyuruh staf ahlinya menelaah kontrak tersebut, lalu menandai poin penting agar tidak keselimpet saat menarikan jemara di gawai. Tentu saja perusahaan tambang raksasa bukan sesuatu yang enteng sehingga dapat serta-merta disamaratakan dengan kontrakan rumah.
Seketika Ibu Hanya Rachmar mengundang komentar netizen. Tahu sendiri kalau netizen sudah angkat suara. Segala rupa direndeng-rendeng. Kasihan derajat beliau sebagai seorang wakil rakyat. Meski begitu, ada hikmah besar yang dapat kita petik dari kisah doi: jangan asal bunyi.
Virgina mencontohkan ketika Calon Wakil Jaro dari Kubu Petahana keseleo lidah. Cawajar yang memilih belakangan baru turun berkampanye itu mengucapkan dua kata yang aduhai: buta dan tuli. Sebenarnya beliau memilih dua kata itu sebagai tamsil atau perumpaan saja, sebagaimana Ferguso menggunakan istilah "kaum dongok".
Namun, Ferguso dan komplotannya sudah sangat mahir dalam urusan goreng-menggoreng isu. Tersiarlah kabar di media sosial tentang Cawajar Nagari Takada yang tidak empatik, yang tidak simpatik, yang nirpeduli pada warga Takada yang menyandang buta dan tuli.
Sekalipun pengusung paslon petahana mati-matian menyampaikan makna sebenarnya dari pernyataan Cawajar, kabar taksedap sudah telanjur tersiar. Bagi Virgina, merosotnya dukungan terhadap kubu petahana sering kali karena blunder tidak perlu dari paslon ataupun pengusung.