Virgina menelan pil pahit. Hatinya yang putih masih merawat cintanya kepada Ferguso, tetapi dia memilih berdiam diri di hadapan Ferguso. Dia tidak suka berselisih gara-gara Pemilihan Jaro. Beda pilihan tidak akan sukses membuatnya memutus silaturahmi, memangkas persahabatan, atau mencederai persaudaraan.
Meski begitu, Virgina mulai berkampanye di media sosial. Bukan untuk mendukung petahana secara terang-terangan, melainkan mengajak warga Takada untuk merawat kewarasan dan tidak bunuh diri di media sosial.
Kampanyenya sungguh bertolak belakang dengan uar-uar yang diumbar Ferguso. Tidak ada kata "dongok" dalam setiap ujarannya. Dia bertumpu pada paham "setiap orang punya kelebihan sehingga setiap orang juga punya kekurangan".
Dunia digital memang sudah memanjakan warga Takada. Jarak terlipat, waktu terpampat. Lewat Grup WA, misalnya, kabar banyak orang di tempat nun jauh dapat terdengar dalam sekejap. Lewat Twitter, misalnya, aktivitas orang-orang juga lebih gampang diketahui. Begitu pula lewat Facebook dan Instagram. Hanya Path yang sudah menyandang gelar "almarhum" di Nagari Takada.
Virgina tidak ingin ikut-ikutan bunuh diri massal di media sosial. Sekalipun sulit, ia menjaga akal sehat atau merawat akal budinya. Mereka yang bersikeras bunuh diri, silakan saja. Akan tetapi, barisan orang-orang waras harus tetap ada.
Ferguso mengamuk. Ia sebar kabar buruk di media sosial, ia tebar gosip busuk di media massa. Katanya, "Virgina sekarang sudah masuk 'kaum dongok' yang kerjaannya cuma membebek."
Virgina tertawa saja. Alih-alih tersulut atau tersinggung, dia malah berbagi trik di media sosial mengenai cara mengasuh kewarasan di Planet Digital. Triknya sederhana. Tidak rumit atau jelimet. Beginilah trik Virgina, yang sekarang dianggap musuh oleh Ferguso, agar tidak ikut tercebur ke dalam kolam bunuh diri massal.
Dia ingatkan orang-orang pada peristiwa jenaka yang menimpa Ferguso dan konco-konconya. Pada suatu ketika, seorang rekan Ferguso menghilang dari peredaran. Begitu muncul, mukanya bonyok. Kontan Ferguso berkoar-koar di media sosial dan media massa. Katanya, temannya itu dipermak oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.Â
Bahkan, Ferguso menuding "kaum dongok" berada di balik pengoroyokan itu.
Ternyata semuanya dusta belaka. Teman Ferguso berbohong. Tidak ada pengeroyokan, yang ada hanya proses permak wajah agar tetap tampak cantik dan menarik. Ferguso terkecoh. Dengan gesit ia berkilah bahwa yang ia lakukan bukanlah "tabiat dongok", melainkan ditipu mentah-mentah oleh kawan sendiri. Semacam ditelikung, semacam ditikam dari belakang.