Kedelapan, ripit. Arti ripit adalah (1) keropot atau keriput, (2) kerut atau kernyit, dan (3) mata yang setengah memejam. Kulitnya sudah meripit, berarti kulitnya mengendur karena termakan usia. Dahinya meripit, berarti dahinya berkerut. Matanya meripit, berarti matanya setengah memejam.
Meskipun termasuk kata benda, dalam sastra Makassar lawas, kata ini kerap disematkan pada kata sifat agar bertemu efek estetik. Misalnya: rinduku meripit.
Sembilan, salibanra. Sungguhpun tergolong kata purba yang sudah terdapat dalam naskah lontarak sejak abad ke-16, kata ini masih terpakai hingga saat ini di kalangan penutur bahasa Makassar.Â
Salibanra mengandung empat makna, yakni (1) cacat yang menyebabkan nilai atau mutunya berkurang; (2) cela atau aib yang menyebabkan derajatnya turun; (3) halangan atau rintangan yang menyebabkan sesuatu batal; dan (4) musibah berupa kecelakaan yang menyebabkan cacat atau meninggal.
Guci mahal yang ada sedikit goresan sehingga nilainya berkurang disebut "guci itu salibanra". Kekasih yang berjanji akan datang, tetapi urung lantaran hujan, disebut "dia urung datang karena ada salibanra".
Jika pinangan seorang lelaki ditampik gara-gara ada perangai buruk yang menyebabkan namanya rusak, maka lelaki itu "ada salibanranya". Adapun seseorang yang cacat akibat kecelakaan berarti "kakinya kena salibanra saat bermain sepak raga".Â
Nah, hati yang rusak akibat patah hati bisa juga disebut "hati salibanra".
Kesembilan kata dari bahasa Makassar di atas punya rasa yang apik dibaca dan enak didengar. Saya membayangkan kesembilan kata itu, entah kapan masanya tiba, masuk ke dalam KBBI. Sebagai langkah awal, tentu saja saya harus mengusulkannya kepada pekamus yang memawangi kata-kata yang bakal dimasukkan ke dalam KBBI.
Terima kasih sudah membaca tulisan ini, Sobat. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H