Sebagai warga yang selalu ingin berbakti bagi negeri tercinta, saya juga antusias menyambut acara heboh ini. Bukan apa-apa. Dulu, pada 1962, saya belum lahir. Belum tentu pula saya masih hidup manakala Indonesia kembali ditahbiskan sebagai tuan rumah.
Hanya saja, antusias beda dengan mensukseskan atau mensemarakkan.
Selain itu, saya juga tidak peduli cemoohan segelintir orang bahwa helat akbar ini merupakan ajang pencitraan bagi Jokowi. Cetek sekali tempurung otak saya apabila berpikiran sereceh itu.
Helat multicabang olahraga tingkat Asia yang akan digelar di Jakarta dan Palembang itu jelas-jelas hajat nasional. Mau cebong mau kampret semuanya berhak meramaikannya. Saya lebih suka memakai kata berhak, sebab kata wajib malah dapat memapas semangat alih-alih memompa gairah.
Atlet-atlet dan ofisial-ofisial dari banyak negara akan tumpah ruah di Palembang dan Jakarta. Empek-empek dan kerak telor siap disajikan. Kelak mereka akan kembali ke negerinya masing-masing dengan cerita indah tentang Indonesia, kalau mereka merasa tenang dan senang.
Jikalau saya kebetulan sedang berjalan-jalan di bilangan Senayan, kemudian berpapasan dengan atlet dari negara lain, saya pasti mampu tersenyum. Bagaimanapun, senyum adalah harta yang tidak pernah susut meski saya pakai berkali-kali dalam sehari.
Dalam perkara senyum, jangan ragukan saya. Tenang saja. Asalkan kalian tidak memaksa saya untuk mensukseskan dan mensemarakkan Asian Games 2018. Tidak peduli secantik apa pun tanggal pembukaannya. Bodoh amat!
Barangkali kalian bertanya-tanya mengapa saya bersikap sebengal itu. Barangkali, ya. Saya hanya menebak-nebak. Toh kalian pasti sudah punya banyak yang hal yang harus dipikirkan. Jadi, kalian tidak perlu membuang-buang waktu untuk memikirkan saya.
Walaupun demikian, saya pasti menjawab pertanyaan kalian andai kata kalian mempertanyakan alasan keengganan saya untuk turut mensukseskan dan mensemarakkan Asian Games.
Supaya kalian tidak berlama-lama memeram sewot, baiklah saya beberkan jawaban saya.
Alsasan saya sederhana, karena saya cinta Indonesia. Bagaimana mungkin seseorang yang mencintai Indonesia enggan mensukseskan ajang akbar di negaranya? Itulah saya. Mungkin kalian menganggap hal ini perkara remeh, tetapi bagi saya tidak. Ini perkara penting.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!