6. Review alias Tinjauan?
Kata review belakangan gencar digunakan di media sosial. Pencandu buku beramai-ramai memakai istilah itu dan memenuhi linimasa Twitter dengan kabar tentang buku yang baru saja ia khatamkan. Mereka ulas buku tersebut dan dengan bangga menyatakan "ini review saya".
Para pemberi testimoni di Instagram malah lebih aktraktif. Dalam satu tinjauan produk, kata itu bisa muncul berkali-kali. Dinding Facebook pun sama. Para penghuninya demikian getol memakai kata tersebut seakan-akan tidak ada padanan dalam bahasa Indonesia.
Padahal kita punya padanan untuk istilah review, yakni tinjauan. Khusus buku, kita juga dapat memakai kata ulasan, tilikan, atau resensi. Nah, yang terkahir ini kerap dihindari semata-mata karena alasan sentimental: khawatir yang diresensi bukunya menjadi sensi kalau dikritik. Aha!
Bagaimana dengan preview? Tenang saja. Tidak usah panik. Kita sudah punya pratinjau.
Begitulah. Istilah asing berseliweran di gawai. Mungkin istilah itu intim bagi mata kita, namun belum tentu akrab dengan bahasa kita. Sekali-sekali kita peduli pada bahasa Indonesia. Kalau perlu selalu peduli. Dengan kata lain, mari kita mulai dari diri sendiri.
Kita punya gawai sebagai padanan gadjet. Kita punya mabuk gawai untuk menggusur phubbing. Password boleh kita abaikan sebab kita punya kata sandi. Kata taut atau pranala cocok buat kita pakai sebagai pengganti link.
Sebenarnya tidak susah. Kecuali kalau diam-diam kita merasa kurang intelek jika tidak memakai istilah asing, baik dalam tulisan maupun saat berkomunikasi secara lisan.
Salam takzim. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H