Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Istilah Asing yang Intim di Jemari Netizen

29 Juli 2018   17:44 Diperbarui: 30 Juli 2018   09:11 2078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Posting atau Pajang?

Dalam sebuah perbincangan ringan menjelang acara Temu Akrab Grup WA Katahati di bilangan Cikini (Sabtu, 7/7/2018), seseorang bertanya kepada saya, "Apa yang Daeng posting hari ini di Instagram?" 

Kontan saya terperangah begitu kata posting menerobos gendang telinga. Bukan apa-apa. Kuping saya langsung gatal acapkali mendengar bahasa Indonesia dicampur aduk dengan istilah asing. Bagi yang sudah terbiasa mengobrol dengan saya pasti tahu kebiasaan buruk saya tersebut.

Setelah beberapa jenak terdiam, saya pun menguraikan dengan nada pelan dan tenang. Posting bukan kata baku. Belum diserap juga ke dalam bahasa Indonesia. Kata dasarnya post dan kita punya pos. Karena pos termasuk kata ekasuku maka bentuk pengimbuhanya menjadi mengeposkan.

Kita juga bisa memakai kata mengirimkan. Jika masih belum sreg, gunakan saja kata pajang. Kata ini termasuk verba atau kata kerja. Daripada memosting mending gunakan memajang. Walaupun arti pajang tidak serupa persis dengan posting, maknanya sudah tidak jauh.

Salah satu arti memajang dalam bahasa Indonesia adalah menempatkan sesuatu dengan rapi untuk dipamerkan. Arti itu tidak jauh-jauh amat dengan posting. Naga-naganya, netizen juga tidak terlalu asing dengan istilah pajang. Sederhana, bukan?

5. Bully atau Rundung?

Kata ini juga tergolong kata yang rajin mejeng di media sosial. Ada saja yang menggunakan kata itu di media sosial (sengaja saya ulang untuk memperjelas bahwa istilah yang baku adalah media sosial, bukan sosial media).

Sebenarnya kita punya padanan yang tepat untuk kata bully, yakni rundung dan risak. Dua kata ini cukup untuk menggantikan makna bully di dalam kalimat. Kasihan media daring yang gelagapan setiap menulis kata bully karena mesti dicetak miring.

Coba perhatikan kata "di-bully". Nasibnya nahas. Sudah dipisah dengan tanda hubung, dicetak miring pula. Hal sama berlaku pada "mem-bully". Daripada capai menyunting tulisan, lebih baik langsung memakai kata dirundung atau dirisak. Juga merundung atau merisak. 

Bagaimana dengan bullying? Gunakanlah perundungan atau perisakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun