Saya mengedikkan bahu. "Terserah. Tidak ada paksaan dalam beragama."
Ia mendelik. "Sepak bola."
"Maaf," kata saya. "Tidak apa-apa kita berbeda pendapat. Manusia memang di mana-mana kerap berselisih. Mengutip petuah Gus Mus, masalahnya bukan karena setuju atau tidak setuj, melainkan karena sekubu dan tidak sekubu."
Temannya teman saya itu mendelik lagi. "Jadi taruhan?"
Saya menggeleng. "Ini cuma Piala Dunia, Bung. Nikmati saja. Dunia tidak perlu dipertaruhkan karena suatu saat akan kita tinggalkan."
"Jangan taruhan," timpal teman saya, "cukup jangan nonton bola tanpa kacang garuda."
Temannya teman saya yang juga teman saya itu menggeram seperti singa lapar dan mengambil sepiring kacang garuda di atas meja dan melarikannya ke halaman. []
Catatan: Semula tulisan ini dihajatkan tayang tadi petang, tetapi beberapa masalah menghajar ingatan saya. Maka, jadilah tulisan ini santapan pembuka menjelang final.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H