Rakitic, misalnya, hampir tak tergantikan di lapangan tengah Barcelona. Perisic merupakan andalah Inter Milan, begitu pula dengan Brozovic. Mandzukic masih berkuku di Juventus. Apalagi Modric. Ia roh permainan Real Madrid. Jangan lupa, menit bermain memengaruhi keterampilan, ketenangan, dan kebugaran pemain. Belum lagi mengungkit kekuatan mental setiap mengikuti laga krusial.
Jangan dikira karena rataan usia lebih tua sehingga Vida dan kolega gampang letih. Mereka sudah terbukti tangguh. Tiga laga dalam babak gugur semuanya dilewati dengan babak tambahan waktu. Justru Prancis yang harus ketar-ketir. Mereka harus menang dalam 90 menit permainan normal. Jika tidak, mereka bisa kehabisan tenaga.
Tidak, tidak. Jangan sekali-kali mengatakan bahwa pemain senior mudah kehabisan napas. Ingat, hati-hatilah dengan apa yang kalian katakan. Pikirkan dulu sebelum mengatakan sesuatu dan, seperti tutur Gus Mus, pikirkan pula cara mengatakannya.
Manusia jangan diharapkan bisa sama semua, justru dengan perbedaan-perbedaan itu bisa jadi seni yang indah.
~ K.H. Maimun Zubair, Ulama
Memang banyak yang menyatakan bahwa Prancis dihuni oleh para pemain bintang. Tunggu dulu. Itu penghinaan. Apakah Kroasia tidak dihuni pemain bintang? Pasukan Vatreni, seperti diungkap cnnindonesia.com dan Bung Hendro Santoso, juga dihuni oleh pemain bintang. Saya menyebutnya, Barisan Para Juara. Bayangkan, 23 pemain Vatreni mengoleksi 131 gelar juara di level klub. Adapun 23 pemain Prancis mengoleksi 111 gelar juara. Selisihnya jauh, beda 20 gelar.
Harus kita ingat bahwa pemain yang turut mempersembahkan gelar bagi klubnya adalah pemain yang bermental juara. Siapa yang menyangkal besarnya andil Modric atas tiga gelar Liga Champions Eropa yang diraih Real Madrid secara beruntun. Bahkan Rakitic juga meraih gelar Liga Champions bersama Barcelona.Â
Pembeda Prancis dan Kroasia hanya jumlah partisipasi dan gelar di Piala Dunia. Tetapi, itu bisa dimaklumi. Kroasia negara baru, sedikit pula jumlah penduduknya. Tetapi mental mereka terasah karena pernah melewati masa-masa pahit ketika Kroasia melepaskan diri dari Yugoslavia.
Rakitic dan Modric memang berseteru di klub, sebagaimana Varane dan Umtiti di Prancis, namun mereka sepadu, senasib seperjuangan, dan sehati tatkala membela timnas. Manusia memang tidak bisa diharapkan semuanya sama.
 Jika hal itu terjadi, tidak ada pesepak bola yang sudi menjadi kiper atau bek. Semua beramai-ramai menjadi gelandang atau penyerang. Justru dengan perbedaan itulah, seperti nasihat Kiai Maimun Zubair, hidup menjelma seni yang indah.