Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Kita, Cinta, dan Kata Depan

8 Juli 2018   02:17 Diperbarui: 11 Oktober 2018   19:04 3437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya saja, aku tidak ingin melihat kamu terus-terusan salah, sebagaimana kamu juga tidak mau melihatku terus-terusan malas. Pelan-pelan kunyatakan apa yang ingin kukatakan. Kuceritakan kepadamu tentang tetanggaku yang boros memakai kata, padahal aku tengah memintamu agar irit dalam memakai kata. Kuceritakan kesalahan orang yang menukar mengubah dengan merubah, padahal aku sedang menegurmu secara tidak langsung.

Puji Tuhan, kamu ternyata memang cantik lahir dan batin. Lambat laun kaucintai bahasa Indonesia. Malah kukira, sekarang, derajat cinta kita pada bahasa Indonesia sudah setara. Kini kamu rajin mengampanyekan bahasa Indonesia. Kamu sudah tamat dalam perkara kata yang keliru alias salah kaprah. Sungguh, aku sangat bangga dan bahagia.

Aku ingat sesuatu. Pada suatu ketika, kautukar posisi pada gara-gara kehadiran di. Sebenarnya tidak apa-apa, asal kamu tidak menukar posisi dia di masa lalumu dengan posisiku di masa kinimu. Namun, saat itu, kurasa kita harus membincangkan perkara pada dan di ini.

Telah kita ketahui bahwa di sebaiknya tidak digunakan di depan kata ganti aku, kamu, atau dia. Anehnya, kita gemar mengulang kesalahan yang sama. Ponselmu ada di dia, misalnya. Kita tahu itu keliru, tetapi masih mengatakannya. Padahal yang tepat: Ponselmu ada pada dia. Atau, Ponselmu ada padanya.

Ada yang lebih menyebalkan. Kita tahu teori tentang peletakan kata depan di agar tidak diletakkan di depan kata nama waktu. Sejak kecil kita dengar potongan lagu pada hari Minggu. Namun, kita tetap lebih sering mengatakan di hari Minggu. Itu contoh sederhananya. 

Ah, kita memang suka mengulang kesalahan yang sama. Saling menyakiti, misalnya!

Bukumu ada padanya. Itu yang tepat. Bukan: Bukumu ada di dia. Kadang-kadang kau pun keliru memakai di depan kata waktu. Pada abad ke-XI. Itu yang benar. Bukan: Di abad ke-XI. Ketika kaupinjam novelku dan kutanyakan kapan kamu kembalikan, kamu jawab secara keliru. Novelmu kutitipkan di Irfan. Kata Irfan merujuk pada nama diri, jadi sebaiknya menggunakan pada. Novelmu kutitipkan pada Ryan.

Kita mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, tetapi perlakuan kita asal-asalan. Tidak menunjukkan cinta. Meski demikian, kuakui bahwa kamu hebat. Aku belum pernah menemukan orang segesit kamu dalam mempelajari bahasa Indonesia. Mungkin karena kamu menyayangiku sehingga kamu lebih gigih, mungkin.

Hari ini, kusadari dengan sesadar-sadarnya bahwa aku makin mencintaimu.

***

Tari merebut buku di pangkuan Remba dan lekas-lekas membacanya. Sekali-sekali ia tersenyum, sekali-sekali mengernyit. Silir angin meriapkan poninya. Pakaian di jemuran mengelepik, berkibar-kibar ditiup angin. Ranting begonia mengelepit, terkulai diterpa angin. Keriang-keriut batang-batang bambu dilanda angin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun