Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pengeja Luka Itu Lukaku

19 Juni 2018   15:56 Diperbarui: 19 Juni 2018   16:39 1127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitulah pembelaan sang pelatih, Roberto Martinez, dalam konferensi pers setelah laga usai. 

Setelah rihat, skuat Belgia tampil berbeda. Jeda babak pertama jadi pintu masuk untuk mengubah irama permainan. Jika ritme permainan masih sama, tempo serangan masih serupa, dan intensi tekanan persis seperti babak pertama, potensi terluka menganga di depan Lukaku dan kolega.

Harus berubah, harus. Kecuali ingin terluka seperti Jerman.

Sepak bola, seperti filsafat, pada akhirnya bisa menjadi pengetahuan tidak terbatas mengenai segala sesuatu yang dapat menjelaskan segala sesuatu.

Pada satu ketika, Soren Kierkegaard mempertanyakan keberadaan filsafat bagi pergulatan hidup. Yang dibutuhkan manusia, sitir Kierkegaard, bukan sekadar kumpulan pengetahuan sistemik mengenai kebenaran. Manusia butuh pengetahuan tentang bagaimana hidup, membuat pilihan, dan mengambil keputusan.

Kita bisa terluka berkali-kali gara-gara orang yang kita cintai. Itulah pengetahuan dan kebenarannya kita alami sendiri. Tetapi, pengetahuan tidak boleh berhenti di situ. Kita harus memilih apakah bertahan mencintai atau beralih ke lain hati. 

Bertahan berarti sudi terluka lagi atau, dengan sepenuh daya, berusaha agar tidak ada lagi hati yang terluka. Pergi berarti siap mengubur masa lalu dan siaga menghadapi serangan ingatan--yang punya banyak cara untuk menampilkan kenangan pahit.

Kegusaran Kierkegaard adalah kegelisahan Martinez. 

Maka, sepak bola menunjukkan keluhuran filosofinya. Itulah mengapa sehingga ada jeda setelah 45 pertama berlarian ke sana-sini. Bukan semata-mata rihat, minum air, dipijat atau diurut, dan mengatur napas agar segar tatkala memasuki babak kedua.

Tidak sesepele itu esensinya. Jeda antarbabak adalah waktu singkat untuk menentukan nasib. Pasrah atau mati-matian. Menyerah atau habis-habisan. Silakan memilih. Tidak banyak waktu yang tersedia. Luka sudah menunggu, air mata sudah siaga.

"Saya senang melihat reaksi tim," ujar Martinez, yang dilansir SkySports. "Seluruh pemain menunjukkan komitmen agar tidak kebobolan. Kami kembali bermain tenang pada babak kedua setelah gol Dries Mertens. Itu sangat penting bagi kami."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun