Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Islandia Senang Jomlo Tenang

17 Juni 2018   01:49 Diperbarui: 17 Juni 2018   03:28 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, Islandia bermain rapat dan pantang menyerah. Sadar anak asuhnya kalah kualitas individu, Heimir Hallgrimsson memerintahkan pasukannya bermain rapat saat bertahan dan trengginas saat balik menyerang. Gol Aguero, pada menit ke-16, malah menyemangati alih-alih meruntuhkan moral. Sebelum wasit meniup panjang peluit, pantang bagi pemain berleha-leha apalagi menyerah. 

Pemain-pemain Islandia bahu-membahu tatkala bertahan. Hampir seluruhnya mundur jauh di belakang garis tengah lapangan. Messi dikurung, Di Maria ditempel. Begitu ada peluang, serangan balik mematikan segera dibangun. Upaya pemain Islandia tidak sia-sia. Alfred Finnbogason melesakkan gol balasan pada menit ke-23.

Jamaah jomlo mesti setangguh Islandia ketika bertahan. Sekreatif apa pun sahabat atau kerabat mempertanyakan kesendirian, mesti tetap tegak dan tetap. Jamaah jomlo juga mesti seliat Islandia manakala menyerang. Mesti kalem dan tahu waktu. Mesti rapi dan sadar posisi.

Falsafah menyerang adalah pertahanan terbaik tidak selamanya berhasil. Buktinya Argentina tidak menang, walaupun tidak kalah juga. Jadi, gerombolan penanya kapan kawin tidak usah dihadapi dengan dada panas. Santai saja. Cukup jaga pertahanan. Biarkan penanya terus menyerang. Pada akhirnya akan repeh alias diam alias mati kutu. Persis nasib Messi dan Argentina yang mati kutu. 

Inilah pertanyaan baru barisan kepo pas Lebaran. Kamu datang bersama siapa? Tenang, jangan nyolot. Timpali dengan tenang. Setenang Reza, seorang jomlo di Lenteng Agung. Saya datang bersama kehangatan keluarga. Begitu katanya. Sederhana dan biasa. Datar dan tidak meledak-ledak. Emosi yang tampak hanyalah kedamaian dan kebahagiaan di tengah kehangatan keluarga.

Bukankah mudik adalah sebentuk perjalanan spiritual untuk menemui kehangatan keluarga? 

Di tanah kelahiran kita dapat menemui ibu. Jika ibu sudah tiada, telah berpulang ke dekap cinta-Nya, kita bisa berziarah ke makam beliau dan memilin ingatan manis tentang beliau. Kita juga bisa menemui ayah jika masih ada. Senyum seorang ayah adalah penenang rupa-rupa luka. Kalau beliau sudah tiada, datangi pusaranya dan tumbuhkan ketenangan.

Pada hakikatnya, seperti fatwa Mullahy, manusia selalu ingin kembali ke dalam rahim sang ibu. Mudik sejatinya adalah manifestasi kembali ke rahim ibu. Untuk apa? Untuk hidup tenteram dan aman. Setiba di kampung, kita tidak usah berpikir dan bertanggung jawab. Anggap saja kita sedang memeluk lutut di dalam rahim ibu. Dan yang kita lakukan hanya menerima dan menikmati hidup.

Reza tidak menjawab asal-asalan. Jawabannya sangat filosofis. Saya percaya, kaum jomlo punya kreativitas keren, seperti Reza, dalam menahan serangan pertanyaan yang tak dikehendaki. Selalu ada cara untuk berkilah, bukan?

Wasit dan Teknologi yang Tidak Memihak 

"Mohon maaf lahir dan batin, mohon sayang lahir dan batin." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun