Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Klakson dan Jalan Tol Pak Jokowi

10 Juni 2018   13:34 Diperbarui: 26 Mei 2019   14:43 2006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pendukung #2019GantiPresiden, Anda sedang melewati Jalan Tol Pak Jokowi."

Sumber: www.opini-bangsa.co
Sumber: www.opini-bangsa.co
Entah dari mana asal spanduk-spanduk itu. Bisa jadi dari kubu sebelah, bisa pula memang dari Umat Cebong. Kalau dari lapak sebelah, itu bisa jadi amunisi kampanye cerdas. Sebaliknya, akan jadi ajaib andaikan spanduk-spanduk tersebut memang berasal dari Umat Cebong. 

Dari mana pun itu, kehadiran spanduk-spanduk itu sungguh menggelikan. 

Berikut tiga kebodohan akibat spanduk-spanduk tersebut.

Pertama, bikin malu Pak Jokowi. Siapa pun yang terpilih jadi Presiden maka niscaya adalah Presiden bagi seluruh rakyat. Mau pendukung atau bukan, Pak Jokowi presiden bersama. Doi milik bersama, bukan hak golongan atau kaum atau umat tertentu. Sebagai Presiden, beliau memang harus bekerja bagi rakyat. Tidak perlu disebut-sebut, apalagi dibikinkan spanduk. Umat Cebong jadi terlihat norak dan tidak kreatif. Jangan diaku sendiri, dong.

Kedua, Jalan Tol Pak Jokowi. Ayo, sekarang kita ulik kalimat "Jalan Tol Pak Jokowi". Apakah jalan tol itu bernama Pak Jokowi? Kasihan kalau jawabannya "ya". Masih hidup kok sudah dijadikan nama jalan. Atau, makna kalimat itu adalah "jalan tol itu milik beliau"? Ini lebih keliru. Tol dibangun dari uang rakyat. Kalaupun dari hasil ngutang, utang itu ditanggung rakyat. Mestinya namanya: Jalan Tol Milik Rakyat. Atau: Jalan Tol Hasil Nganu. 

Ketiga, bisa mengancam keutuhan bangsa. Sebenarnya sepele, tetapi ini bisa menyakiti sesama warga. Mungkin bercanda, tetapi ini guyonan tidak cerdas. Bagaimana kalau pendukung SBY memasang spanduk juga di jalan-jalan tol yang dibangun pada era beliau? Yang selama ini mengkritik dan menghujat Pak Harto berarti tidak boleh mudik lewat Jagorawi. 

ilustrasi: komikkita.com
ilustrasi: komikkita.com
Semoga kita tetap berpikir dan berpikiran jernih.

Kita akan tampak kurang arif kalau mengira warna cuma ada hitam dan putih. Indonesia bukan semata-mata Kampret dan Cebong. Indonesia bukan perkara Pak Jokowi dan pesaingnya saja. Ada kaum di luar dua kubu itu. Mereka juga bayar pajak. Mereka juga memikirkan negara dengan cara dan menurut porsinya masing-masing.

Kacau kuasa pikir kita jika sebegitu cetek kedalamannya.  

Sayang sekali, akhir Ramadan tak menyurutkan perseteruan dua kubu tersebut. Yang mesti berdamai jadi berseteru. Yang harusnya salaman malah mengepalkan tangan. Yang seyogianya tersenyum malah menggeretakkan rahang. Tidak akan bersua kita dengan sukacita Lebaran, selama permusuhan dan kebencian kita biarkan berkuasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun