(Moga-moga kamu masih ingat guyonan kita tentang dr., ir., atau drs. yang dipindahkan ke belakang nama.
Tuh, mengerutkan kening lagi. Santai saja, Yang. Seduh kopi dulu, gih, biar sedih mengerak di dasar kalbumu.)
Remba yang patuh dan suka bermusyawarah.
Namun seiring laju waktu, aku yakin bahwa mencintaimu adalah anugerah. Yang semula asing jadi intim, yang semula aneh jadi akrab. Maksudku, kebiasaan berbahasa Indonesia. Jangan ngeres.Â
Sekarang aku dapat membedakan sekalipun dan sekali pun.
Contoh bagi kata pertama: Aku akan selalu memaafkanmu, sekalipun kamu berkali-kali menyakitiku. Contoh penggunaan kata kedua: Meski berkali-kali menyakitiku, tidak sekali pun kamu meminta maaf.
(Hei, itu contoh kalimat. Jangan tersinggung, Yang.)
Remba yang rela menolong dan tabah.
Kamu benar. Kata yang salah mestinya tidak dikaprahkan. Makin dibiasakan, makin kaprah. Kalah racun karena kebiasaan. Alah bisa karena biasa.
Terima kasih sudah sering mengkritik kekeliruanku, Yang. Sekarang aku dapat membedakan mana yang tepat antara dimungkiri dan dipungkiri. Sebagian temanku, dan itu buanyak tenan, mengira kata dipungkiri yang tepat. Padahal itu keliru. Yang tepat adalah dimungkiri, sebab kata dasarnya ialah mungkir. Bukan pungkir.