Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Tiga Alasan Kuat Zidane Meninggalkan Real Madrid

1 Juni 2018   11:22 Diperbarui: 26 Mei 2019   14:39 3524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: foxdeportes.com

Apa yang akan kaulakukan apabila yang kaucintai mendadak mundur dari cintamu? Bayangkan saat itu engkau tengah luruh dan luluh di kebahagiaan cinta, sedang sayang-sayangnya, kemudian yang kaucintai memintamu beralih pada hati lain? Kenangan macam apa yang akan kausimpan tentang dirinya?

Baru lima hari Real Madrid berpesta, tiba-tiba tim dari kota Madrid ini terpaksa merasakan kehilangan. Baru lima hari Los Galacticos merayakan kemenangan di final Liga Champions Eropa 2018, mendadak mereka digiring takdir ke gerbang kehilangan. Sedang larut dalam pesta pora prestasi, seketika digulung nasib di linang nestapa. 

Seremeh atau sesepele apa pun, kehilangan selalu diikuti kesedihan. Real Madrid ditinggalkan pelatihnya, Zinedine Zidane. Setelah dua setengah tahun berbulan madu, setelah sembilan piala menghiasi almari tropi, setelah delapan final mereka menangis, Si Plontos mengucapkan selamat tinggal. 

Sereceh atau sesederhana apa pun, kehilangan selalu disertai kepedihan. Pelatih berkebangsaan Prancis itu memilih berhenti melatih Ramos dan komplotannya. Tentu bukan perkara mudah bagi Zizou untuk menarik diri dari kemegahan cinta dan kemewahan prestasi. Ia tahu itu. Tetapi laut selalu bertepi, kebersamaan selalu berbatas. Maka, ia memilih pergi dan mengakhiri kebersamaan itu.

Meski tidak mudah, Zizou pasti telah berpikir matang. Saya ingin menyitir petuah Albert Camus yang dinukil Nathan A. Scott, dalam Albert Camus. Kata Camus, "Di dunia ini segala sesuatu diberikan tanpa keterangan apa-apa." Benar bahwa Zizou ingin rihat. Ia letih. Tetapi itu belum tentu menyeruak dari sanubarinya. Bisa jadi ada alasan lain yang ditutup-tutupi.

Setidaknya, menurut otak receh saya, ada tiga alasan mengapa Zizou meninggalkan kursi pelatih Los Merengues.

Mundur sebelum dipecat. Inilah alasan pertama. Dipecat itu memalukan. Tidak seorang pun ingin dipecat. Dipecat dari pekerjaan, misalnya, adalah cacat bagi rekam jejak. Diipecat oleh yang tersayang, misalnya lagi, akan merusak keseimbangan perasaan dan kestabilan harapan. 

Zizou tidak ingin mengalami nasib nahas semenyedihkan itu. Dipecat? Oh, tidak. Tiada yang abadi di dunia sementara ini, apalagi menjadi pelatih Madrid. Riwayat mencatat, tujuh pelatih didepak justru ketika prestasi Real Madrid sedang moncer. Kalau memang harus mundur, harus atas inisiatif sendiri. Bukan karena diusir pengurus klub, apalagi dipaksa penggemar. 

Real Madrid sering menjadi kacang lupa kulit. Ayo, sekarang kita longok nasib pelatih yang dipecat di Real Madrid.

Pada 1959, Luis Carniglia dipecat. Padahal dua gelar La Liga dan dua Piala Eropa secara beruntun adalah bukti kehebatannya. Padahal pelatih asal Argentina inilah yang merintis dominasi Los Merengues di Eropa. Mau tahu alasan pemecatannya? Gara-gara remeh kok, lantaran sering membangkucadangkan atau mencoret Puskas dari tim. 

Beberapa bulan setelah merengkuh gelar La Liga, John Toschak dipecat pada 1990. Nasib sama dialami Jorge Valdano. Meraih dua gelar La Liga beruntun, ditambah satu piala Copa del Rey dan dua Piala UEFA, ia ditendang pada musim ketiganya, 1996, dari kursi pelatih Si Putih.

Setelah 22 tahun puasa gelar di Liga Champions, Jupp Heynckes mengawal Real Madrid berbuka puasa pada 1998. Tetap saja dipecat. Tragis banget. Sehari setelah meraih mahkota juara La Liga ke-29 bagi Real Madrid, Vicente Del Bosque dipecat. Padahal ia kurang apa. Dua tropi Liga Champions Eropa mestinya diganjar kesempatan melatih lebih lama. Kenyataannya tidak. Ia bernasib sial.

Fabio Capello pernah mengalami nasib nahas di Los Blancos. Sebelas hari setelah merayakan gelar La Liga, 2007, ia didepak dari kursi pelatih. Sakit. Itu pasti menyakitkan. Lebih sakit lagi Carlo Ancelotti. La Decima alias gelar kesepuluh Liga Champions Eropa diraih Real Madrid di bawah asuhannya. Namun setahun kemudian ia digusur. 

Zidane tidak mau diperlakukan seperti itu. Ia tidak mau orang mengingatnya sebagai pelatih yang dipecat setelah meraih tiga gelar Liga Champions Eropa secara beruntun. Maka, ia mundur secara sukarela. Tepat ketika klub sedang semringah mengelus Si Kuping Lebar.

Dalam hal dicintai, janganlah kautiru kelakuan Zidane. Jangan gampangan. Sedikit-sedikit mengancam "kita putus" atau "cinta kita cukup sampai di sini". Tiada asap tiada api main putus begitu saja. Memutuskan Yayang tanpa alasan jelas dan tiada kesalahan fatal. Itu sadis, biadab. Tidak Pancasilais. 

Mundurlah selagi tengah dicinta. Inilah alasan kedua. Zizou tahu. Yang sekarang dipuja besok boleh jadi dimaki. Arsene Wenger contohnya. Ia dipuja sekaligus dibenci karena lama tidak meraih gelar prestisius. Zizou tidak mau seperti itu. Ia ingin orang-orang, terutama pencinta Los Blancos, menyimpan ingatan yang baik-baik tentang dirinya. 

Torehan Zizou selama dua setengah sangat mengilap. Tidak ada yang bisa menyamai capaiannya. Kalaupun ada, jumlahnya tidak seberapa.Pep Guardiola, mantan pemain dan pelatih Barcelona, hanya punya dua gelar Liga Champions. Itu pun tidak berurutan.

Pep akhirnya meninggalkan Barca. Zizou juga begitu. Cuma ada bedanya. Pep mengumumkan kepergian sebelum musim kelar, Zizou mengalimatkan kepergian setelah pasukannya menggenggam piala. Pep ingin rihat, Zizou juga begitu. Cuma ada bedanya. Zizou meraih tiga gelar Liga Champions, sesuatu yang gagal dipersembahkan Pep selama empat tahun di Barca. Apalagi Wenger yang belasan tahun di Arsenal.

Tetapi, janganlah kalian tiru kelakuan Si Plontos itu. Selagi kamu masih cinta, apalagi sangat-sangat cinta, tidak elok bila kau pergi tanpa alasan pasti. Sewaktu kamu sangat dicintai, keputusan sepihak akan menggerus bara kesabaran. Meninggalkan yang kaucintai tanpa alasan memadai itu pasti menyakitkan. Bahkan sangat menyakitkan.

Ketika kautinggalkan seseorang maka jelas kautanggalkan duka di dadanya. Jika ia rela menerima kepergianmu, ia akan mengenang yang baik-baik tentangmu. Jika ia tidak rela, yang akan terkenang justru keburukan dan kebusukanmu. Ditinggalkan itu tidak menyenangkan, meninggalkan juga demikian. 

Ditinggalkan dan meninggalkan sama-sama menyakitkan.

Mundurlah dengan warisan memadai. Ini alasan ketiga. Zizou tidak mau penggantinya limpung dan linglung. Ia tinggalkan banyak warisan. Bukan warisan piala belaka.

Ia memastikan bagaimana menjaga harmoni di ruang ganti. Tidak seperti hubungan Mourinho dengan Casillas yang berakhir tragis, Zidane dan Bale baik-baik saja dan malah menghadirkan piala baru. Beda pendapat antara Ramos dan Ronaldo juga teratasi tanpa ada yang merasa tersakiti. 

Hubungan dengan pengurus dan presiden klub juga terjalin mesra. Tidak ada riak, tidak ada gelombang. Bahkan Florentino Perez yang gemar menggusur pelatih pun tidak pernah menggoyang Zidane. Bahkan Perez mengaku bahwa pintu bagi Zizou selalu terbuka kapan saja ia berniat kembali ke Santiago Bernabeu.

Pemain-pemain muda juga semakin kinclong. Marco Asensio dan Lucas Vasquez kian tokcer. Theo Hernandez dan Achraf Hakimi sudah tidak demam panggung. Bahkan Luka Zidane sudah siap menjaga gawang Real Madrid. Pelatih baru tinggal poles sedikit. Kelar semua!

Itulah tiga alasan Zizou meninggalkan Real Madrid yang berkelebat di benak saya. Tentu Anda punya lintasan alasan berbeda. Begitulah hidup. Tidak ada isi benak yang persis serupa. Yang bersaudara saja bisa silang pendapat, yang kembar saja sering beda pikiran. Apalagi kita: Anda dan saya.

Tentu Zizou punya alasan sendiri. Kita mustahil meraba pikirannya dan mereka-reka perasaannya. Kita hanya bisa mengucapkan selamat jalan. Atau kalau ingin melihat Zizou kembali ke kursi pelatih Los Galacticos, setelah masa rihat yang entah seberapa lama terpenuhi, maka ucapkan "sampai jumpa". 

Gracias, Zizou! []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun