Setelah bersama kamu, aku tidak pernah begadang lagi. Kamu sesabar Ibu dalam membangunkan aku buat makan sahur. Kamu juga setabah Ibu melihatku tertidur lagi setelah terbangun. Kamu tidak sewot, tidak kesal, apalagi marah. Kamu tetap sabar dan tersenyum.
Aku tidak tahu akan seperti apa malam-malam dalam Ramadan kulalui tanpa kamu. Pasti susah bangun. Padahal usiaku sudah tidak muda untuk begadang di masjid. Padahal Ibu sudah tiada untuk membangunkan aku.Â
Itu sebabnya aku tidak mau kehilangan kamu. Aku tidak ingin sendirian menunggu sahur. Tidak ada yang setabah kamu menghadapi mataku yang lemah di hadapan kantuk.
Kedua, saat berbuka puasa bersamamu. Tentu kamu tahu bahwa ada anjuran buka puasa dengan yang manis. Adakah yang lebih manis darimu? Bagi orang lain ada. Bagiku, tidak ada.Â
Dua tahun lalu, kita masih bersama menunggu beduk ditabuh. Kita masih bersama di dapur menunggu kolak dan es teh manis melayani haus kita. Kita masih bersama membahas bau mulut orang berpuasa. Kita masih bersama membayangkan bau surga dari bau mulut kita. Kita masih bersama menunggu Magrib tiba.
Tahun lalu kita masih bersama menunggu beduk ditabuh. Kita masih bersama melewati Magrib yang syahdu. Kita masih bersama seperti pengantin baru yang menahan hasrat siang. Kita masih bersama keliling Nusantara demi tugas riset dan menulis.
Tahun ini aku sendirian menunggu beduk ditabuh. Aku sendirian dilayani kolak dan es teh manis. Aku sendirian membayangkan bau surga dari bau mulutku sendiri. Aku sendirian membayangkan kamu sendirian.Â
Aku membayangkan buka puasa tanpa yang manis: kamu.
Ketiga, saat tadarus kamu tidur di pahaku. Tentu kamu ingat bahwa tadarus bersama itu menenangkan. Sehari satu juz. Setengah juz setelah salat Magrib, setengah sisanya menjelang Subuh.
Dua tahun lalu kita masih tadarus berdua. Sepuluh hari pertama kita lewati dengan lancar. Sepuluh hari kedua mulai tersendat-sendat. Sepuluh hari ketiga kita terbata-bata. Tahun lalu masih sama. Masih begitu.
Tetapi yang paling kuingat justru saat kamu tidur di pangkuanku. Kadang sampai tertidur. Padahal niatmu ingin menyimak aku mengaji.