Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Seni Makan Sahur Agar Tetap Bugar

21 Mei 2018   22:50 Diperbarui: 26 Mei 2019   14:28 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Lindsay Parnaby| AFP

Sudah hampir zuhur ketika perbaikan proposal tuntas. Kalau tidak, pekerjaannya akan amburadul. Adalah manusiawi jika kantuk sangat tangguh pada saat hari separuh jalan. Jangankan saat Ramadan, di luar bulan Ramadan saja siang-siang sering mengantuk. 

Inilah akibat pola tidur tidak teratur, pikirnya. Andai kata semalam ia ikut salat Tarawih, keringat akan mengucur dan letih mengundang kantuk. Ia juga tidak akan melewatkan waktu sahur. Bujangan dan sendirian di kosan adalah akumulasi petaka jika kurang berhati-hati. Jomlo juga memastikan tiada gadis idaman yang membangunkannya lewat dering telepon. 

Inilah akibat semalam terlalu banyak minum, pikirnya. Lazimnya orang lain yang berpuasa, Remba menyangka banyak minum air akan membuatnya tahan haus. Ia lupa bahwa minum air sekaligus banyak dapat memicu diuretik. Alhasil, sejak pagi ia sudah berkali-kali bolak-balik ke kakus. Pipis melulu. Selain cairan tubuh berkurang, tenaga juga terkuras. Mestinya ia tata pola minum. Saat buka segelas, setelah salat Magrib segelas, sebelum makan segelas, setelah makan segelas, sebelum Tarawih segelas, sepulang Tarawih segelas, sebelum sahur segelas, dan setelah sahur segelas. Cukuplah delapan gelas.

Tetapi nasi sudah jadi bubur. Memang bubur masih bisa di makan, namun makan bubur sekarang sama saja membatalkan puasa.

Ancaman Bernama Perut Perih 

Remba bersyukur karena ia sukses melawan kantuk. Matanya masih awas hingga Asar tiba. Namun, tak dinyana ancaman lain mengintai. Perutnya perih. Melilit-lilit. Lambungnya seperti ditusuk-tusuk peniti. Ulu hatinya seakan tertinju raksasa.

Inilah akibat semalam terlalu banyak makan, pikirnya. Seandainya ia makan sahur pun mestinya ia hindari terlalu banyak makan. Beban perut jadi berlebih dan, akibatnya, memacu perut kembung. Terjadi pula gangguan pencernaan. Mestinya ia makan secukupnya saja. Yang utama, kebutuhan nutrisi terpenuhi. Ini tidak. Ia seperti orang ketakutan yang bakal menghadapi ancaman kelaparan berhari-hari.

Inilah akibat semalam terlalu banyak makan cokelat, pikirnya. Tiga keik yang semuanya mengandung cokelat tandas saat ia berbuka. Lazimnya orang lain yang berpuasa, ia percaya bahwa berbukalah dengan yang manis-manis. Apalagi ia penggemar cokelat. Apa saja bentuk dan olahannya, asalkan ada cokelatnya, dijamin akan dilahap olehnya. Ia lupa bahwa kandungan karbohidrat dalam cokelat lumayan tinggi. Akibatnya, perutnya terus bernyanyi.

Tetapi nasi sudah jadi bubur. Sebenarnya tidak apa-apa. Bubur sumsum, misalnya, termasuk kudapan favoritnya. Asal tidak diganyang sekarang, sebab beduk Magrib sudah hampir tiba.

Akhirnya ia berniat memperbaiki diri. Besok-besok ia tidak mau menjadi keledai: jatuh dua kali di lubang yang sama. Ia harus tetap bekerja dan tidak ingin puasanya bolong-bolong. Maka, ia mesti menjaga diri. Sebagai seniman, ia harus punya rasa seni yang tinggi untuk merawat kebugaran selama berpuasa.

Setidaknya ia bisa meneladani kegigihan Mohamed Salah Ghaly, penyerang Liverpool asal Mesir, yang tetap berpuasa meskipun sibuk mempersiapkan diri demi laga final Liga Champions Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun