Hujan tidak pernah marah kepada kita
yang terkadang mahir menggerutu
terusik kedatangan Hujan seakan lupa Â
kebaikan basah bagi tanah dan pohon Â
serta kegembiraan bunga dan buah.
Hanya sesekali ia muram dan marah
dipenuhinya got, selokan, dan sungai,
menaiki jalan dan memasuki rumah
bersama sampah, tinja, dan gelisah
orang-orang kehilangan kesabaran.
Mestinya kita belajar sesabar Hujan
menahan dan melawan Kesedihan
biar jiwa kita selamat dan sentosa
dan merdeka dari kuasa nestapa
sampai air mata mengenali bahagia.
Sesekali kita marah pada Kesedihan
benamkan dirinya ke dalam tulisan
biar ia melolong-meraung seharian
kalau perlu bersujud minta ampun
kita terkekeh-kekeh karenanya.
/4/
Dalam hidup sementara ini kita sering
melihat Hujan dan tak belajar apa-apa,
padahal ada dua kekayaan dalam Hujan,
ketabahan dan kesabaran, yang dengan
keduanya akan kita kalahkan Kesedihan.
Semasa kecil kita senang bermain-main
dengan Hujan sampai kita lupa waktu,
Biarkan benakmu senyap dan dengarkan
kata Hujan, "Ketabahan awal ketenangan
dan kesabaran melahirkan kesenangan."
(Hingga puisi selesai menyembunyikan
air mata Kesedihan dan tuntas mencuci
muka kamu masih disembunyikan awan
bising jalan bagai lagu tanpa harmoni
memasuki dan menyakiti kuping kata.
Mata puisi berkaca-kaca dan kusangka
Kesedihan di dadamu telah lari ke sana,
mungkin puisi lebih ramah dan tabah
daripada matamu yang menyumpahi
Kesedihan bak orang mengutuk setan)
Kandangrindu, 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H