Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"El Clasico" dan Cinta Tanpa Jarak

7 Mei 2018   12:07 Diperbarui: 26 Mei 2019   14:13 2258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta juga mestinya begitu. Kedua pihak harus sama-sama berjuang. Tujuan penyatuan akan jauh dari jangkauan bilamana cuma pihak lelaki yang bergerak. Sebaliknya juga demikian. 

Tak heran jika Camus belajar banyak pada sepak bola. Dalam hal keutamaan dan tanggung jawab akan tugas, saya belajar dan berutang banyak pada sepak bola. Novelis merangkap filsuf itu tidak melihat sepak bola sebagai sepak-menyepak, tendang-menendang, atau kejar-mengejar semata. 

Sungguh banyak yang dapat dipelajari oleh para pencinta: baik perindu maupun pencemburu.

Belajar Merawat Tabah 

Lihatlah bagaimana Asensio yang gigih meski sebatas pemain pengganti. Seperti ban serep yang amat dibutuhkan dalam situasi pelik. Hal sama tampak pada Semedo. Mungkin ada di antara kita yang akan, sedang, atau sudah menggantikan posisi orang lain di hati yang dicinta. Tak apa. Jangan berkecil hati. Justru yang menggantikan terkadang tak tergantikan.

Lihat pula betapa kecewa Messi melepas satu peluang bagus. Ia tidak patah arang, ia terus menerjang. Hal sama dilakukan oleh Bale. Sempat kehadirannya antara ada dan tiada pada babak pertama, tetapi golnya menyelamatkan Madrid dari kekalahan. 

Dalam cinta juga begitu. Tidak perlu panik saat harapan jauh dari kenyataan. Tetap tegak, tetap bergerak.

Belum lagi Marcelo yang jatuh setelah dijegal Alba di kotak dua belas pas ternyata tidak berbuah penalti. Ia sudah berusaha, wasit jualah penentunya. 

Dalam cinta juga begitu. Kadang kita merasa sudah melakukan segala-galanya, namun hasilnya jauh dari yang kita bayangkan. Kita telah berusaha, Tuhan jualah Sang Penentu Segala.

Belajar Menata Perasaan 

Ketika pemain kedua kesebelasan sudah memasuki lorong ke ruang ganti, saya masih terpaku di hadapan layar kaca. Kemarahan dan kegembiraan, kekecewaan dan keceriaan. Sungguh pertunjukan perasaan yang luar biasa. Persis seperti perjalanan perasaan sepasang kekasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun