Di sebuah hutan yang rindang, hiduplah seekor burung kecil bernama Koci. Setiap pagi, ia terbang di sekitar pohon-pohon, mencari serangga untuk dimakan, dan di sore hari, ia bertengger di dahan tertinggi untuk memandang langit senja. Langit senja adalah hal yang paling indah bagi Koci. Perpaduan warna jingga, merah, dan ungu yang tersebar di cakrawala selalu membuatnya bermimpi. Mimpi untuk terbang jauh, lebih tinggi dan lebih luas, menjelajahi dunia di balik hutan yang selama ini menjadi rumahnya.
"Suatu hari, aku akan terbang hingga ke ujung langit itu," kata Koci kepada dirinya sendiri. "Aku akan melihat lautan, gunung-gunung tinggi, dan padang luas yang hanya aku dengar dari cerita burung-burung yang pernah melintas di sini."
Koci bukan satu-satunya burung di hutan itu. Ada banyak burung lain, dari berbagai jenis. Beberapa burung gagak besar sering terbang jauh, mengunjungi tempat-tempat yang Koci belum pernah lihat. Mereka selalu kembali dengan cerita-cerita hebat tentang dunia di luar hutan.
"Aku pernah terbang hingga ke tepi laut," ujar seekor burung gagak pada suatu hari. "Di sana, angin bertiup kencang, ombak besar menghantam tebing-tebing, dan matahari tenggelam di balik cakrawala, memberikan pemandangan yang luar biasa."
Koci mendengarkan cerita itu dengan mata berbinar-binar. "Aku juga ingin pergi ke sana!" serunya, namun burung gagak hanya tertawa kecil.
"Kamu terlalu kecil, Koci," kata gagak itu. "Burung sepertimu takkan bisa terbang sejauh itu. Angin laut terlalu kuat. Kamu harus tahu batasmu."
Perkataan gagak membuat Koci sedikit kecewa, tetapi tidak membuatnya menyerah. Setiap hari ia tetap terbang di sekitar hutan, memperkuat sayapnya, berharap suatu hari nanti bisa mewujudkan mimpinya. Ia terbang dari satu pohon ke pohon lain, naik semakin tinggi, dan melatih dirinya untuk menghadapi angin yang lebih kencang.
Namun, kenyataan tidak selalu berpihak pada impian. Suatu sore, ketika Koci sedang bertengger di dahan tertinggi seperti biasa, angin kencang datang tanpa peringatan. Koci yang ringan langsung terhempas dari tempatnya. Ia mencoba mengepakkan sayap sekuat tenaga, namun angin terlalu kuat. Tubuh kecilnya terbawa oleh arus angin yang semakin liar.
Setelah beberapa saat terombang-ambing di udara, Koci akhirnya jatuh terjerembab di semak-semak. Kepalanya pusing, sayapnya terasa sakit, dan hatinya diliputi ketakutan. Saat itulah, ia menyadari bahwa apa yang dikatakan burung gagak mungkin benar. Ia kecil, terlalu lemah untuk menghadapi angin sekuat itu. Apakah ia memang tidak ditakdirkan untuk terbang jauh? Apakah mimpinya hanya angan-angan kosong?
Hari-hari berlalu, dan Koci mulai merasa putus asa. Ia berhenti mencoba terbang lebih tinggi atau lebih jauh dari biasanya. Ia tetap tinggal di dalam hutan, hanya terbang di antara dahan-dahan rendah. Bahkan, ia mulai merasa takut akan ketinggian.