Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat. Roasters Giveaway 2024. Hubungi: 081337701262.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Joko Widodo dan Kekuasaan Domain Publik di Internet

23 Januari 2022   13:41 Diperbarui: 23 Januari 2022   19:37 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam masa Orde Baru masyarakat jauh lebih terbuka. Sedangkan dalam masa kini masyarakat tidak lagi terbuka. Sehingga reformasi Golkar menjadi Partai Golkar kurang mempan lagi. Partai Golkar telah tenggelam dalam 2 Koalisi yakni Koalisi Jokowi dan Koalisi Prabowo.

Jika mobilitas sosial sudah masuk dalam diskusi dan debat-debat maka PDIP lah sebenarnya penggagasnya. Mungkin politik kesetaraan dibangun dalam Koalisi PDIP. Sehingga sangat penting bahwa perdebatan tentang mobilitas sosial mungkin dimulai dari Koalisi PDIP. Dapatkah dikatakan bahwa mobilitas sosial di Indonesia adalah penanda era berakhirnya kekuasaan Golkar atau Partai Buruhnya Indonesia? Lebih banyak jawabannya: ya, seperti begitulah jawabannya.

Kita perlu menelaah mobilitas sosial pada masa akhir Orba secara kodrat. Orang-orang yang bergerak selama masa tahun 1998-1999 untuk menuntut reformasi adalah kelompok besar orang yang lahir pada tahun 1970-an ke atas. Sedangkan mereka yang lahir pada tahun 1958 ke bawah umumnya ditekan oleh Golkar atau Partai Buruhnya Indonesia. 

Tetapi tetap tidak terlalu masuk akal untuk menggunakan temuan Kepustakaan ini untuk menyatakan bahwa mobilitas sosial telah turun sejak Golkar atau Partai Buruh berkuasa. Mereka yang bergerak pada tahun 1998-1999 untuk menuntut perubahan sosial juga belum berakhir. Para ahli mengatakan bahwa diperlukan minimal 30 tahun untuk mengukur seberapa tingginya mobile seseorang secara sosial, karena mobilitas sosial dari generasi sekarang masih bersaing dalam perbandingan dengan keberhasilan karier dan pekerjaan orang tua mereka.

Secara umum disepakati bahwa apa yang terjadi di masa kanak-kanak sangat penting untuk peluang pekerjaan seseorang di masa depan. Sehingga jika mobilitas sosial saat ini telah menurun, hal itu adalah akibat dari pengaruh yang berasal dari generasi yang hidup tahun 70-an dan 80-an, ketika, pada kenyataannya, Soeharto saat itu masih berkuasa.

Mobilitas individu berarti bahwa ketika seseorang bergerak ke atas, yang lain bergerak ke bawah. Mobilitas struktural muncul karena perubahan dalam distribusi pekerjaan. Selama tiga dekade terakhir, karena penurunan tajam dalam manufaktur, pekerjaan kerah biru sudah mulai mengering. Sebagian besar mobilitas sosial sejak 1960-an bersifat strukturalis. Hasilnya anak-anak dari latar belakang pedesaan memiliki peluang bagus pindah ke pekerjaan kerah putih, karena proporsi penyediaan lapangan pekerjaan itu telah relatif meningkat dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain.

Masalah hari ini ialah kelas profesional telah menurun. Sebelum Pandemi Covid-19, kelas profesional pernah menjadi kelas yang dapat bersaing, tetapi kini telah digusur pandemi Covid-19. Dahulu, kelas professional dapat memanipulasi sistem pendidikan untuk keuntungan mereka sendiri. Sebagai akibatnya, mereka yang tidak memiliki kemampuan seperti itu, seringkali orang-orang dari latar belakang minoritas terjebak di bagian bawah. Selanjutnya, divisi-divisi baru muncul dengan membuat banyak ketidakadilan sosial. 

Investasi Pendidikan Tidak Menjanjikan

Negara-negara dengan tingkat mobilitas tertinggi, seperti negara-negara Skandinavia, telah banyak berinvestasi pada kaum muda. Kebijakan pemerintah yang ada di sepanjang garis ini telah membuat banyak perbedaan. Beasiswa membantu anak-anak dari latar belakang keluarga kurang beruntung. Sebelum beasiswa diperkenalkan, hanya sekitar 11% anak-anak dari kelas miskin memasuki pendidikan tinggi dibandingkan dengan lebih dari 80% dari mereka yang memiliki latar belakang profesional atau manajerial.

Dalam zaman ini, dengan dana BOS yang meningkat dan alokasi 20% dana untuk pendidikan dari UUD 1945 masih raib. Pemerintah berkonsentrasi pada investasi di bidang pendidikan sebagai langkah utama dalam meningkatkan mobilitas sosial. Ini penting, tetapi hampir pasti tidak cukup. BLT hanya sedikit jalan keluar mengatasi kemiskinan. Di Indonesia, masih banyak terjadi ketimpangan sosial seperti yang terjadi di daerah-daerah perbatasan, daerah-daerah konflik dan tertinggal, pedesaan dan daerah-daerah bencana alam.

Upaya pemerintah mengurangi ketidaksetaraan dan menciptakan peluang mobilitas sosial yang lebih besar bukanlah jalan alternatif. Tetapi upaya pemerintah itu bersifat saling ketergantungan antar berbagai sektor. Sistem pengembangan pendidikan lebih sering mencerminkan ketidaksetaraan luas daripada mematikan ketidaksetaraan. Di masa Pandemi Covid-19 ini, semua komponen pemerintahan harus bekerja untuk mengurangi kesenjangan pada sumbernya jika kita ingin membangun masyarakat yang lebih adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun