Pagi itu adalah kejadian yang tak terlupakan dalam sejarah. Saat itu adalah tanggal 20 Maret 2020 dan saya bertugas sebagai guru SMA Suria Atambua. Atambua adalah salah satu daerah tertinggal dan zone hijau yang hampir tidak terpengaruh dengan musibah Covid-19.Â
Sekitar jam 10 Wita, saat sedang rehat untuk minum di pendopo sekolah. Tiba-tiba Kepala Sekolah membuat pengumuman agar para guru dan para siswa pulang ke rumah dan melakukan karantina mandiri. Kepala sekolah SMA Suria Atambua saat itu adalah seorang imam projo Keuskupan Atambua, Romo Drs. Benyamin Seran, Pr, MA.Â
Saat itu kasus Covid-19 belum seperti sekarang. Di Internet dan TV, selama hari-hari ini kami menyaksikan berita-berita yang menakutkan. Kondisi yang digambarkan seperti dalam film-film horor virus Zombie yang pernah saya tonton di Youtube.
Sepanjang sejarah dalam dunia pendidikan, baru kali ini di tanggal 20 Maret 2020, para guru dan para siswa diminta untuk pulang dan melakukan karantina mandiri. Itu artinya sekolah "bubar" sejenak, persis perang sedang terjadi. Hanya perang yang bisa "membubarkan" sekolah,
Tadi malam (23/10/2020), saya merenungkan kembali peristiwa di 20 Maret 2020 yang lalu. Saya membuka kembali catatan harian saya pada tanggal 20 Maret 2020. Saya baru saja menyadari bahwa saya menulis sesuatu di buku tulis catatan harian baru pada 8 April 2020: Isinya sangat berkesan:
"Sudah sejak 20 Maret 2020, kami para guru, para siswa dan staff pegawai SMA Suria Atambua diliburkan karena pandemi Covid-19".
Pagi itu 20 Maret 2020, dalam acara minum di pendopo sekolah, Kepala sekolah mengumumkan dan menyuruhkan kami pulang ke rumah masing-masing. Saya dengan tergesa langsung menstarter motor lalu pulang.
Saya jadi heran, mengapa kami begitu cepat para guru dan para siswa dikarantinakan secara mandiri? Saya pikir perintah itu tidak wajar. Hanya perang yang benar-benar berkecamuk di depan mata yang dapat "membubarkan" sekolah.
Perintah itu Terlalu Tergesa-Gesa
Setelah pengumuman kepsek pada hari itu (20 Maret 2020), selanjutnya kami semua mengalami karantina mandiri di rumah masing-masing. Sekolah berubah sunyi. Karantina itu berlangsung hingga akhir Mei 2020 atau 2 bulan. Pada akhirnya kami diperintahkan untuk menyusun soal-soal ujian semester naik kelas. Bayangkan saja, bahan ujian semester itu belum benar-benar diberikan kepada para siswa.
Anak-anak tidak belajar dengan baik. Ujian Semester Corona itu berlangsung sukses meskipun beberapa siswa mendapatkan nilai merah atau tidak lulus ujian. Sebagai guru pengawas, kami ditugaskan untuk mengawas di berbagai lokasi di luar kota Atambua. Saya mendapatkan tugas di SDK Halibesin, Kec. Tasifeto Barat.Â