Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat. Roasters Giveaway 2024. Wa: +6281337701262.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apakah Faktor Pajak Dapat Membuat Investor Kecil Takut Disebut Kaya?

30 Agustus 2020   03:10 Diperbarui: 30 Agustus 2020   03:06 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 2000, saya pernah bermagang selama beberapa hari pada sebuah perusahaan marketing internasional. Dalam beberapa kali meeting internal bersama para distributor perusahaan itu, sang manejer tidak pernah menyinggung tentang pajak tahunan perusahaan. Tetapi pada setiap meeting, manejer selalu antusias menjelaskan keuntungan perusahaan.

Tak Mudah Disebut Orang Kaya

Saya paham bahwa hal yang paling tidak menarik untuk dibahas dalam setiap meeting tentang investasi bisnis adalah pertanyaan yang berbunyi: Bagaimana cara saya atau perusahaan membayar pajak?

Rata-rata semua pebisnis tahu kesulitan ini ketika mereka berdiskusi dengan rekan-rekan sesama pebisnis tentang investasi. Jika pertanyaan ini dilontarkan untuk didiskusikan secara terbuka maka diskusi dengan cepat menghilang.

Lain soal jika diskusi tentang investasi disodori pertanyaan penting: Bagaimana saya bisa menambah uang sedemikian rupa sehingga risikonya tidak membuat saya tidak bisa tidur? Diskusi mungkin akan berlangsung dengan lebih menarik.

Secara umum hampir semua pebisnis akan cepat frustrasi jika mendapatkan pertanyaan tentang bagaimana cara Anda dan perusahaan membayar pajak?

Pertanyaan di atas cepat membuat frustrasi para pebisnis! Pebisnis adalah pengusaha. Persoalan pajak bukan merupakan persoalan yang berada di tangan konsultan pajak, tetapi berada di tangan pengusaha.

Para papalele tidak bisa dikenakan pajak penghasilan. (Foto: Istimewa).
Para papalele tidak bisa dikenakan pajak penghasilan. (Foto: Istimewa).
Salah satu faktor penyebab mengapa para pebisnis tidak suka membicarakan tentang pajak yang seharusnya mereka tanggung dengan segala aset dan penghasilan. Faktor penyebabnya adalah kalimat dalam hati begini: "Saya tidak ingin membayar pajak lagi!" Sekurang-kurangnya ada 4 alasan yang dapat orang diberikan, yaitu:

Pertama, Saya tidak mendapatkan untung apa-apa dari perusahaan. Saya adalah sama seperti warga biasa yang miskin. Seorang warga biasa yang miskin tidak membayar pajak.

Kedua, Akumulasi kerugian dalam perusahaan saya selalu offset dengan keuntungan.

Ketiga, Sebagian dari pendapatan saya adalah bebas pajak, artinya pendapatan saya tidak berlebihan atau tidak memenuhi syarat untuk diberlakukan aturan pajak penghasilan.

Keempat, Perusahaan saya tidak memiliki badan hukum sehingga secara hukum saya tidak dibebani pajak apa-apa.

Dengan 4 alasan ini, mereka akan cenderung mengatakan: Ah, sudahlah, lebih baik saya menjadi seperti orang miskin sebab orang miskin tidak membayar pajak apapun. Orang miskin tidak memiliki harta benda yang bisa dituntut kepadanya untuk dibayar pajak.

Kecenderungan orang ini disusul degan pertanyaan berikutnya: Nah, apakah menjadi miskin benar-benar suatu pilihan sehingga orang-orang dapat menghindari pajak? Sesungguhnya pertanyaan di atas memang tidak terlalu mencolok.

Tetapi pilihan yang paling diikuti adalah Anda ingin duduk seperti Gober Bebek di Gunung Everest dengan 1,6 juta dukat emas di dekatmu dan menikmati segala kemewahan, meskipun memiliki kekayaan besar Anda tidak perlu membayar pajak apa pun secara langsung.

Jika Anda diberikan hadiah uang sebesar Rp 30 juta, Apakah Anda juga ingin membayar pajak penghasilan? Jawabannya tentu Anda tidak ingin membayar pajak. Sebab Rp 30 juta itu adalah hadiah untuk Anda agar Anda bisa tetap hidup. Uang sejumlah Rp 30 juta itu menghidupkan Anda tetapi tidak memperkaya Anda.

Jadi orang tidak boleh membayar pajak apa pun dari hadiah Rp 30 juta kepadanya jika hadiah uang itu hanya untuk membebaskan dirinya yang sedang digrogoti rasa lapar. Tentu sebagai hadiah, manusia tidak boleh gunakan Rp 30 juta itu untuk menyombongkan dirinya!

Pajak dan Akumulasi Kerugian

Kerugian dari perusahaan dapat dihasilkan dengan relatif mudah dan cepat. Kerugian itu dibuat dengan tidak sulit. Hanya keuntungan dalam perusahaan adalah suatu hal yang sedikit lebih rumit. Keuntungan tidak muncul sesuai perintah.

Pertanyaannya: Apa yang terjadi jika kerugiannya bagus tetapi keuntungannya datang lama? Jawabannya dalam ilmu Akuntansi,  untung atau rugi bukanlah hukum alam, tetapi negara mengizinkan hukum Akuntansi ini berlaku saja. Hukum Akuntasi dimiliki oleh negara. Negara dapat mencabut hak istimewa ini kapan saja dengan mengubah hukum.

Di masa lalu, Anda diizinkan untuk mengimbangi kerugian di semua aset dengan keuntungan. Sekarang ini hanya mungkin dalam satu kelas aset. Kerugian dari sewa dan sewa guna usaha tidak lagi memiliki efek pengurangan pajak pada laba saham. Kerugian saham hanya dapat diimbangi dengan keuntungan saham.

Bukankah jauh lebih hebat jika semua investasi menghasilkan uang? Warren Buffet mengatakan: "Dua aturan investasi saya adalah: Aturan satu: jangan pernah kehilangan uang. Aturan dua: jangan pernah melupakan aturan satu."

Pendapat Warren Buffet adalah satu-satunya cara yang masuk akal untuk menjawabi pertanyaan dalam topik ini. Untuk mengambil jalan ini, seseorang harus menjadi sangat kaya. 

Apa yang Tersisa?

Nah, berdasarkan ide Warren Buffet di atas terdapat 2 hal untuk setiap pengusaha dapat tahu:

Pertama, Seorang pengusaha harus mengendalikan biaya. Ini perlu (harus), tetapi itu saja tidak cukup.

Kedua, Seorang pengusaha butuh penghasilan tinggi dan dapat diandalkan.

Selama pendapatan lebih tinggi daripada biaya pengeluaran, perusahaan akan tetap berjalan. Oleh karena itu, selalu lebih penting untuk meningkatkan pendapatan dalam jangka panjang daripada mengurangi biaya pengeluaran.

Jangan melihat pajak sebagai kutukan para dewa, tetapi sebagai item biaya tak terelakkan yang muncul saat Anda menginvestasikan uang. Inilah yang oleh orang Amerika disebut sebagai "biaya menjalankan bisnis". Siapapun yang hanya berkonsentrasi pada aspek "Bagaimana cara menghemat pajak" menjadi negatif dan sengsara. Perspektif kecil-kecil ini mempersempit cakrawala pemikiran tentang bisnis.

ILustrasi perhitungan pajak perusahaan. (Gambar: Istimewa).
ILustrasi perhitungan pajak perusahaan. (Gambar: Istimewa).
Bagaimana Anda mengenali manajer yang buruk? Seorang manajer yang buruk tidak memiliki gagasan tentang masa depan perusahaan. Dia terlalu takut untuk mendorong evolusi perusahaan itu dapat maju. Dia hanya dapat memotong biaya dan memberhentikan para karyawan/i. Tapi itu bukanlah cara-cara yang baik memimpin perusahaan menuju masa depan yang stabil.

Mereka yang terobsesi dengan pajak penghasilan memiliki mentalitas ini. Orang lebih suka mencari investasi yang menguntungkan dan melepaskan sebagian dari hasil panen untuk pajak, daripada hanya mendapatkan pengembalian modal yang buruk dengan pajak penghasilan.

Kesimpulan

Meskipun pajak itu sulit, tetapi seorang investor harus berpikir seperti seorang pengusaha. Pajak selalu membat orang takut selama berabad-abad. Sehingga berhentilah untuk berpikir tentang masalah pajak yang hanya membuang energy. Cobalah untuk menemukan aliran pendapatan baru yang menguntungkan daripada mati-matian menyimpan remah-remah terakhir dari pajak.

Pajak bukan merupakan masalah keuangan, tetapi pajak adalah masalah  politik. Pajak menunjukkan bagaimana relasi kuasa pemerintah dalam masyarakat. Relasi kuasa pemerintah ini menjadi sangat jelas dengan pungutan pajak seperti pungutan pajak warisan atau pajak pertambahan nilai yang selalu campur aduk.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun