Demokrasi modern saat ini memandang dirinya sebagai bentuk negara terbaik dari semua bentuk pemerintahan. Bentuk yang demikian adalah jenis demokrasi tingkat pertama. Menurut Aristoteles dalam bukunya Politik, demokrasi republik konstitusional adalah demokrasi terbaik. Demokrasi republik konstitusional berkembang dari demokrasi tingkat yang lebih rendah pada tahun 500 SM yang lalu.Â
Demokrasi Athena Kuno
Demokrasi republik konstitusional mewarisi tradisi dari bentuk-bentuk negara monarki dan aristokrasi dari orang-orang Yunani kuno. Para penguasa aristokrat Yunani kuno menyerahkan kekuasaan mereka kepada demokrasi selama sekitar 2500 tahun.Â
Bentuk demokrasi saat kaum aristokrat menyerahkan kekuasaan mereka adalah bentuk demokrasi tingkat kelima yang tidak berkonstitusi. Demokrasi seperti itu melibatkan partisipasi banyak orang bebas dan miskin. Demokrasi tingkat kelima mengorbankan orang-orang kaya dan kaum aristokrat pada zaman itu. Hampir semua Jenderal angkatan laut Athena kuno dibunuh sehingga Athena kuno kehilangan kontrolnya atas laut Aegea.
Demokrasi Athena kuno adalah demokrasi tanpa hukum dan aturan. Sehingga orang-orang terkemuka di zaman itu mengkritiknya dengan keras. Bahkan Plato dan Aristoteles bersikap sangat skeptis terhadap demokrasi tingkat kelima. Salah satu tuduhan Plato dan Aristoteles kepada demokrasi tingkat kelima di Athena kuno adalah bahwa massa rakyat mengesahkan Undang-Undang tanpa berpikir panjang dan dalam terlebih dahulu.
Pada tahun 500 SM, demokrasi di Athena kuno telah menggantikan bentuk negara aristokrat. Negara aristokrat mengambil alih negara dari tangan monarki. Dalam bentuk negara tirani, negara diperintah oleh satu orang dari satu keluarga yang telah naik melampaui dekade bangsawan lainnya sebelumnya. Dalam demokrasi Athena kuno, semua warga negara pria dewasa berhak untuk memilih dan dengan demikian memiliki suara dalam mengatur sebagian besar masalah-masalah negara.
Para Penentang Demokrasi Tingkat Kelima
Namun, banyak tokoh politik penting dari zaman kuno, termasuk banyak orang Athena tidak melihat demokrasi mereka sendiri sebagai bentuk negara ideal. Thucydides menyaksikan sendiri banyak dampak negatif dari negara demokrasi tak berkonstitusi itu dari kebiasaan Athena yang sangat suka perang, salah satunya adalah Perang Peloponnesia.
Plato dan muridnya yang sama-sama terkenal, Aristoteles, juga tidak menyetujui demokrasi tanpa konstitusi dengan kelas bawah menjadi penguasa.Â
Thucydides membuat penilaiannya dalam bagian-bagian individual dari karya historisnya. Kedua filsuf itu menulis seluruh risalah yang berhubungan secara khusus dengan pelbagai keadaan politik Athena kuno akibat pemberlakukan demokrasi tingkat kelima, yakni: perang yang tak pernah berhenti.
Tuduhan Plato dan Aristoteles
Menurut Plato dan Aristoteles, dalam bentuk demokrasi tingkat kelima, hanya sedikit warga negara Athena yang benar-benar penuh dapat memberi sumbangsihnya bagi Athena.Â
Sedangkan penduduk lainnya yang tertindas telah bersatu dan secara bersama-sama dalam jumlah yang sangat besar membentuk mayoritas dalam pemerintahan. Bahkan warga tertindas termasuk di dalamnya adalah para wanita, anak-anak dan imigran bersama-sama membentuk kekuatan yang besar dalam demokrasi Athena.Â
Selain kaum tertindas, juga kaum miskin dan malas menjadi mayoritas dalam menentukan pemerintahan. Orang-orang kaya dan para pejabat yang terdiri dari para jenderal Athena ditolak dan mereka telah dinyatakan kehilangan potensi mereka.
Massa rakyat tertindas dapat dengan mudah mengesahkan Undang-Undang sesuai kebijaksanaan mereka. Massa rakyat itu bahkan tidak mau tunduk pada siapa pun, termasuk para aparat keamanan negara. Massa rakyat tidak menggunakan nalar. Menurut Plato, pemerintahan dalam demokrasi kelima seperti itu telah menyebabkan anarki secara terus-menerus tanpa henti dan kemudian kembali ke bentuk negara tirani.
Para pemikir politik Athena kuno membayangkan bentuk negara campuran di mana rakyat harus memiliki suara,. Tetapi pemerintahan yang sebenarnya harus terletak pada kelas atas. Mereka menerapkan kebijakan yang luas, umum dan adil untuk semua penduduk.
Rakyat Membuat Banyak Keputusan Salah
Demokrasi tingkat kelima di Athena didorong oleh para demagog sehingga berulang kali mereka tergoda untuk membuat keputusan spontan yang kemudian mereka sesali. Ketika sebuah kota sekutu di pulau Lesbos ingin meninggalkan aliansi laut dengan Athena, orang-orang Athena memutuskan untuk mengeksekusi semua warga pria di kota itu.
Tetapi keesokan harinya keputusan sulit segera dijatuhkan oleh massa rakyat. Orang-orang Athena yang membunuh para pria dari kaum Lesbos dihukum mati, kebanyakan para Jenderal dan perwira militer. Dalam kasus lain, orang-orang menghukum mati mayoritas komandan militer di markas-markas mereka karena mereka tidak dapat memulihkan orang-orang yang karam akibat badai setelah pertempuran di laut.
Pelbagai keputusan yang salah oleh massa rakyat dalam demokrasi kelima juga dipengaruhi, dikendalikan dan dipicu oleh pengaturan kemarahan terhadap para aristokrat terutama para jenderal militer Athena. Sebagai akibat pembunuhan terhadap para aristokrat dan para jenderal militer, komandan angkatan laut yang berpengalaman tidak lagi tersedia. Athena segera kehilangan komando laut yang sangat tangguh di laut Aegea.
 Banyak Masalah Menjadi Akut
Demokrasi modern di negara-negara modern di seluruh dunia telah belajar dari kegagalan demokrasi kelima di Athena pada tahun 500 SM. Dalam demokrasi modern, kelemahan dari sistem perwakilan dari sistem demokrasi kelima di Athena kuno telah diatasi.
Hal itu berarti bahwa keputusan jangka pendek yang terburu-buru tidak lagi dibuat. Dalam demokrasi modern saat ini, rancangan Undang-Undang telah dibahas dan diperiksa secara ketat sesuai dengan amanat hati nurani rakyat dalam waktu lama.
Masih Ada Banyak Masalah
Sangat menarik pada demokrasi modern saat ini ialah tingkat jumlah para pemilih yang berhak memilih secara signifikan lebih tinggi daripada tingkat partisipasi demokrasi pada zaman kuno. Meskipun demikian, para pemilih saat ini masih memiliki prioritas politik yang masih sangat mementingkan diri sendiri.
Para pemilih dari warga kelas bawah tetap memiliki pandangan pendek. Para pemilih kelas bawah sering menunda masalah yang akan datang, meskipun masalah masa depan itu tidak menjadi masalah akut. Para warga kelas bawah pada zaman modern hanya menunggu sampai masalah itu berat barulah mereka meminta untuk diselesaikan.Â
Pada pelbagai kasus demokrasi modern, masalah demokrasi adalah masalah yang terlalu manusiawi. Masalah-masalah manusiawi dalam demokrasi modern tidak dapat diselesaikan hanya dengan cara mereformasi proses demokrasi.Â
Hal yang paling penting dilakukan untuk memperbaiki masalah-masalah rakyat adalah satu-satunya hanya dengan cara memperbaiki dan menghapus ideologi wacana politik publik yang keliru. Tumbuh suburnya pelbagai wacana politik publik yang keliru sering memiliki kekuatan politik untuk melakukan revolusi.
Pemerintah dan aparat keamanan harus mampu mengendalikan dan menghapus pelbagai wacana politik keliru para warga yang muncul bersamaan dengan adanya kebebasan menulis di media-media. Wacana-wacana politik keliru para warga bisa berubah sebagai kekuatan anti demokrasi. Sehingga jalan terbaik negara adalah menghapus wacana-wacana politik keliru milik para warga demi menyelamatkan dan menegakkan demokrasi.
Pemerintah modern berjuang untuk menegakkan demokrasi berkonstitusi. Dengan berkonstitusi, demokrasi telah memantapkan dirinya di semua negara industri modern. Bagi dunia sekarang, demokrasi adalah bentuk organisasi negara yang paling baik. Tetapi atas nama demokrasi, tidak boleh ada pelbagai keputusan cepat-cepat untuk digunakan sebagai pembenaran atas tindakan perang. (*).
Sumber:
(1). Hoeffe, Otfried. (2007). Aristoteles Politik. In: Geschichte des politischen Denkens. Ein Handbuch hrsg. von Manfred Brocker, Suhrkamp Taschenbuch Wissenschaft 1818, Frankfurt.
(2). Wikipedia ins Deutsch. (2020). Politik (Aristoteles). https://de.wikipedia.org/wiki/Politik_(Aristoteles), diakses pada 28 Juli 2020.
(3). Zerjadtke, Michae. (15.12.2015). Demokratie in der Kritik Aristoteles und Platon Waren Keine Fans der Demokratie. Di Sini, diakses pada 28 Juli 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H