Akhirnya secara resmi dibuka proses penerimaan ASN dari jalur PPPK. Dalam gelombang pertama ini hanya dibuka untuk kategori PPPK jalur honorer K2. Proses rekrutment ini berlangsung hingga pengumuman hari terakhir pada 1 Maret 2019.Â
Sejauh proses ini berlangsung telah terdapat banyak kebingungan yang saya rasa sulit untuk dipenuhi para honorer K2. Rata-rata para guru yang termasuk honorer K2 sudah berusia di atas 40 tahun. Banyak honorer mungkin masih belum mengerti tentang Website, Medsos, Komputer dan Internet
Setahu saya di sekolah, kebanyakan guru honorer K2 selama ini jarang menggunakan Komputer, apalagi internet. Komputer digunakan oleh operator sekolah saja dan juga para guru komputer yang jumlahnya 1 atau 2 guru honorer. Itupun hanya berlangsung beberapa jam saja selama berada di sekolah. Operasional Komputer dan Internet sekolah tergolong amat ribet karena peralatannya sering onar makanya sering ditinggalkan.Â
Para guru setelah pulang ke rumah mungkin banyak tidak bisa gunakan Laptop. Para guru mungkin hanya gunakan HP atau Gadged di rumah. Soalnya Laptop itu barang mahal untuk ukuran para guru honorer yang mungkin saja hanya dibayar sekitar Rp 250.000 setiap bulan. Tak heran, banyak kelas menjadi kosong.Â
Memastikan Sendiri Rekrutmen PPPK
Saya menemukan beberapa hal berikut ini tentang rekrutmen PPPK tahun 2019:
1. Pendanaan ditanggung oleh 2 lembaga yakni PPPK pusat ditanggung APBN, sedangkan PPPK Daerah ditanggung APBD kabupaten. Artinya meskipun daerah tidak ada lowongan PPPK, testing PPPK dapat terus dilakukan dengan hanya untuk tenaga PPPK pusat. Daerah tetap berkepentingan untuk melakukan verifikasi karena PPPK pusatpun akan ditempatkan di daerah juga. Jika kita menganalisis kondisi ini, para pelamar honorer K2 akan memilih PPPK pusat saja. PPPK pusat gajinya ditanggung APBN biasanya lebih lancar dan tertib jika dari APBN. Kami yang didaerah tahu bahwa pembiayaan para guru dari APBD itu sering tidak menentu.
2. Dalam persyaratan tahab 1 terdapat point 1, yakni yang ikut test PPPK ialah Tenaga Honorer Eks K-II. Kata 'Eks' menurut KBBI (kbbi.co.id) artinya bekas, eks artinya bekas honorer K2. Jika direlasikan dengan point 4 yakni masih aktif mengajar sebagai guru akan kurang sinkron. Mereka yang bekas honorer K2 sebaiknya dimasukan saja pada rekrutment umum sebab para bekas honorer K2 tidak menjadi guru aktif lagi. Mungkin yang bekas honorer K2 hanya sedikit yang masih aktif sebagai guru. Jumlahnya adalah hanya sedikit.Â
3. Banyak honorer K2 sudah berumur tua sekitar 40 tahun ke atas. Mereka ini tentu banyak yang tidak mampu mengoperasikan komputer dan internet
4. Bukan saja para guru honorer K2, para pegawai di Dinas Pendidikan saja banyak yang tidak tahu gunakan Komputer dan Internet sehingga proses uji online ini hampir pasti gunakan tenaga ahli di setiap Dinas Pendidikan.
5. Testing PPPK Honorer K2 ini agaknya tergesa-gesa dilakukan. Sebaiknya dibuat setelah Pilpres 2019. Saat ini Website BKN tetap bermasalah. Apalagi harus menampung jutaan para pelamar yang mendaftar dan membuka akun. Setelah proses ini selesai, akun-akun itu akan dibuat apa oleh BKN? Tentu akun-akun harus dihapus. Saya punya ketakutan sendiri, jangan-jangan data-data para peserta testing honorer K2 ini akan mengendap di Website milik BKN.
6. Tampaknya akan mengalami ketidakpastian dengan sistem rekrutmen online. Biasanya dalam sistem pemberkasan online ada ketergantungan besar para guru terhadap para operator. Nanti para guru lebih percaya kepada para operator dari pada diri sendiri. Kebingungan akan terus melanda baik para peserta testing PPPK maupun penyelenggara untuk itu para pakar TIK maupun para pakar dalam sistem rekrutmen harus selalu siap.
Nasib Baik di Tangan Guru Honorer K2 Sendiri
Meskipun hasilnya belum tampak jelas tetapi ada harapan juga. Dalam rekrutmen para guru honorer K2 PPPK 2019 tampak jelas bahwa nasib para guru berada di tangan para guru sendiri. Para guru yang selama ini selalu berlatih diri dalam menggunakan Komputer dan internet akan ikut dengan lebih mudah.Â
Peluang sudah berada di depan mata untuk berhasil dalam PPPK sehingga nasib para guru honorer K2 lebih baik dibandingkan dengan menjadi honorer non APBN atau non APBD. Silahkan para guru honorer K2 memanfaatkan peluang ini untuk nasib yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H