Biasanya tsunami disebabkan oleh gempa bumi ratusan mil dari pantai, dan daya goncangan atau daya gemetarnya sangat jarang dirasakan di darat.
Seperti yang dicatat oleh Prof. Phil Cummins, "Adalah tidak biasa untuk melihat bencana ganda seperti ini."
Untuk itu, menurut Cummins, dibutuhkan beberapa bulan penelitian lapangan dan eksplorasi bawah air untuk menentukan penyebab pastinya.
Jenis sistem peringatan dini apa yang ada dan apakah sistem peringatan dini telah gagal?
Jelas bahwa terdapat anggapan yang mengklaim bahwa Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia (BMKG) mungkin telah menghapus peringatan tsunami terlalu dini, sebelum gelombang menghantam pantai Palu. Sehingga dengan demikian BMKG dianggap perlu bertanggung jawab atas beberapa korban jiwa.
Selain itu terdapat klaim yang mengatakan bahwa pelampung laut yang mendeteksi gempa bumi dan tsunami sebagai bagian dari sistem peringatan dini belum diperbaiki selama enam tahun dan sementara rusak.
Padahal untuk mendeteksi gempa bumi dan tsunami di Indonesia, BMKG memiliki 33 stasiun geofisika di seluruh Indonesia.
Selain itu, BMKG juga memiliki 285 alat untuk memonitor gempa antara lain seismometer, demikian Tirto.id (19/12/2017).Â
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo P Nugroho pernah mengatakan bahwa banyak alat sensor gelombang tsunami di lautan Indonesia rusak.
Dari 21 sensor (buoy) tsunami di lautan, sebanyak delapan unit dari Indonesia, 10 unit dari Jerman, satu unit dari Malaysia, dan dua unit dari Amerika Serikat, semuanya sudah tidak ada yang beroperasi.
Meskipun demikian, para pakar gempa dan tsunami, seperti dirilis Guardian.com (2/10/2018) sepakat bahwa bencana alam di Palu dan Donggala itu bukan kegagalan teknologi tetapi kegagalan dari sistem pendidikan.