Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prakiraan Sanksi-Sanksi Baru Dunia kepada Korea Utara

4 September 2017   18:02 Diperbarui: 16 September 2017   00:57 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Meskipun belum diumumkan dan dijatuhkan secara resmi namun para pengamat internasional meramalkan bahwa ada tiga sanksi ekonomi yang sedang dirancang untuk Korea Utara yakni pemblokiran eksport migas, pemblokiran ekspor tekstil Korea Utara dan penghentian layanan Bank China ke Korea Utaramerupakan 3 prakiraan kuat isi sanksi dunia yang baru atas Korea Utara yang sudah melakukan 6 kali ujicoba senjata nuklirnya yang paling kuat, senjata Termonuklir.

Tentu sebagai salah satu Polisi dunia, AS sedang merancang dan mendorong langkah-langkah yang lebih keras lagi untuk menekan rezim Kim Jong Un. Rancangan sanksi-sanksi itu sedang disiapkan untuk diajukan kepada Presiden Trump untuk disetujui Presiden AS Donald Trump yakni: peniadaan dan pembatasan ekspor minyak mentah, pemblokiran eksport  tekstil Korea Utara dan penghentian layanan Bank China ke Korea Utara. 

Salah satu orang kuat di AS yang sedang menyiapkan paket baru sanksi bagi Korea Utara di Amerika Serikat ialah menteri keuangan AS saat ini, Menteri Steven Mnuchin. Steven Mnuchin sedang merancang paket sanksi ekonomi yang keras bagi Korea Utara. Paket sanksi itu akan diserahkan Steven Mnuchin kepada Presiden AS Donald Trump untuk dipertimbangkan. Apa gambaran isi sanksi ekonomi yang sangat kuat bagi Korea Utara itu?. 

Selama ini, Korea Utara telah mendapatkan saksi ekonomi dari PBB berupa isolasi oleh dunia terkait program nuklirnya. Hanya 2 negara yang selama ini menjalani hubungan secara gelap yakni China dan Rusia. Namun China dan Rusia sudah mendapatkan sanksi AS karena kedapatan berhubungan ekonomi dengan Korea Utara.  

"Intinya kita perlu memotong Korea Utara secara ekonomi," kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, yang sedang menyiapkan paket sanksi lekonomi lalu diajukan untuk dipertimbangkan Presiden AS Donald Trump. AS dan sekutu-sekutunya juga mendorong melalui babak baru sanksi multilateral di Dewan Keamanan PBB, termasuk yang menargetkan impor minyak Korea Utara, kata pejabat senior pemerintahan Presiden AS Donald Trump kepada CNN.com. Sanksi-sanksi itu sudah dijatuhkan PBB sebelumnya. 

Set terakhir sanksi PBB disetujui kurang dari sebulan yang lalu. Sanksi PBB itu bertujuan untuk membunuh eksport Korea Utara seharga USD 1 M dengan cara memukul industri besar seperti batubara, biji besi dan makanan laut. Namun para analis memperingatkan pada saat itu bahwa tindakan tersebut tidak mungkin cukup untuk membuat Kim mundur dalam program senjata nuklir Korea Utara yang segera meningkat.

Sanksi Ekport Minyak ke Korea Utara

China diperkirakan menguasai  sekitar 90% perdagangan luar negeri Korea Utara, karena itu China memberikan sumbangan penting antara rezim Kim dan ekonomi global. Diketahui bahwa ekspor Korea Utara ke China memberi rezim di Pyongyang sumber pendapatan yang penting. Ekspor China ke Korea Utara mencakup barang-barang yang perlu dipelihara negara yang terisolasi dunia. 

Kebutuhan paling tinggi dari daftar eksport China ke Korea Utara adalah minyak mentah. Selama ini minyak mentah masuk ke Korea Utara dari China. Oleh karena itu penghentian pengangkutan minyak mentah ke Korea Utara dari China merupakan salah satu langkah yang ingin dilakukan AS dalam paket baru sanksi PBB, kata pejabat senior pemerintah kepada CNN.com. 

Langkah tersebut akan menekan rezim Korea Utara. Selain itu dengan kelangkaan minyak mentah maka secara langsung akan berimbas pada kesulitan dan petaka ekonomi yang lebih luas seperti pertanian. Hal yang menyulitkan ialah menjadi tidak mungkin untuk secara akurat mengawasi seberapa banyak minyak mentah dari China dijual ke Korea Utara sejak Beijing berhenti memasukkan data-data eksport secara resmi ke dalam data bea cukai beberapa waktu yang lalu.

"Dengan tidak ada data-data resmi terkait ekspor minyak mentah dari China ke Korea Utara yang telah dilaporkan, minyak mentah mungkin bisa menjadi cara yang digunakan China untuk memeras - atau mendukung - rezim Kim tanpa orang luar dapat meneliti apa yang mereka lakukan," Kent Boydston, seorang analis penelitian di Peterson Institute for International Economics, menulis dalam postingnya baru-baru ini sepeti dikutip CNN.com.

 Ketiadaan transparansi data-data dari nilai eksport minyak mentah dari China ke Korea Utara semacam itu memicu skeptisisme para ahli, yang membantah klaim China bahwa mereka secara ketat menerapkan sanksi PBB terhadap Korea Utara. Dan satu surat kabar China mengecilkan gagasan bahwa Beijing akan memotong pengiriman minyak mentah ke Korea Utara.

"Jika China benar-benar mengurangi pasokan minyak mentah ke Korea Utara atau bahkan menutup pintu perbatasan China-Korea Utara, tidak dapat dipastikan apakah kita dapat mencegah Pyongyang melakukan uji coba nuklir dan peluncuran rudal lebih lanjut. Namun, konfrontasi antara keduanya kemungkinan akan terjadi", kata editorial berbahasa Inggris Global Times, sebuah tabloid yang dijalankan pemerintah AS yang sering mengambil sikap nasionalistik.

Sanksi Pemblokiran Ekport Tekstil dari Korea Utara

Korea Utara merupakan salah satu penghasil tekstil. Selama ini industri textil menjadi salah satu andalan penerimaan negara yang menderita akibat politik isolasi dari PBB itu. PBB juga telah melakukan sanksi terhadap pembelian tekstil dari Korea Utara. Sanksi terakhir PBB telah melarang tiga dari lima kategori produk teratas yang dibeli China dari tetangganya yang lebih kecil dan lebih miskin itu. Sanksi itu meliputi  pembelian tekstil dan pakaian jadi. Yang tidak jelas adalah seberapa tinggi kualitas industri tekstil Korea Utara. Para analis mengatakan beberapa data perdagangan menunjukkan ekspor untuk sektor-sektor tersebut turun sejak tahun lalu. 

Namun sebuah laporan mendalam baru-baru ini oleh Reuters dari dekat perbatasan China-Korea Utara menunjukkan bahwa perusahaan China meningkatkan penggunaan pabrik-pabrik Korea Utara untuk membuat pakaian yang kemudian diberi label sebagai "Made in China" dan diekspor ke luar negeri. Menurut para pakar, ukuran jelas dari bisnis tekstil Korea Utara membuatnya menjadi target potensial untuk sanksi masa depan. "Saya tidak bisa tidak berpikir jika saya adalah seorang pengusaha Cina, saya tidak ingin lagi memasukkan lebih banyak uang ke Korea Utara," kata Boydston kepada CNN Money.

Pemblokiran Bank Cina di Korea Utara

Untuk sanksi-sanksi ekonomi terhadap Korea Utara, AS dan PBB serta negara-negara multinasional amat berharap pada 2 negara yang saat ini menjalin hubungan dengan Korea Utara yakni China dan Rusia. Kedua negara raksasa yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB itu pada masa lalu merupakan sekutu paling dekat Korea Utara terkait komunisme. Oleh karena itu muncul keraguan besar terhadap China dan Rusia terkait apakah kedua negara itu benar-benar konsekuen untuk mendukung sanksi AS, PBB dan multinasional kepada Korea Utara. Keraguan tentang kemauan  China dan Rusia untuk benar-benar menekan Korea Utara telah mendorong seruan agar AS menindak keras perusahaan dari negara-negara yang melakukan bisnis gelap dengan rezim Kim. 

Pemerintahann Presiden Donald Trump telah mengambil tindakan di depan, termasuk memberi sanksi kepada sekelompok entitas China dan Rusia atas kesepakatan mereka mengenai Korea Utara. Pada bulan Juni, Departemen Keuangan AS memblokir sebuah bank regional China yang dituduh memiliki hubungan ilegal dengan Korea Utara dalam mengakses sistem keuangan AS. Namun mantan pejabat Treasury AS, Anthony Ruggiero mengatakan bahwa tindakan yang lebih kuat dapat dilakukan terhadap bank-bank China, termasuk denda besar. Namun terkait dengan sanksi baru ini tak membuat rezim Kim berkedip untuk menjalankan program Termonulirnya.

"Bank-bank China merupakan bagian integral dari operasi jaringan gelap ini dan pemerintahan Presiden Donald Trump perlu menargetkan mereka untuk memindahkan kampanye tekanan ke tingkat berikutnya," kata Ruggiero, seorang ilmuwan senior di Foundation for the Defense of Democracies, mengatakan dalam sebuah opini di Media Fox News.

Namun para ahli lainnya ragu-ragu terhadap sikap China dan mengatakan bahwa selama ini China tidak pernah menekan Korea Utara cukup jauh menuju ke sanksi-sanksi ekonomi untuk membuat Presiden Korea Utara Kim mengubah dan menghentikan program senjata nuklir. Inilah terlihat secara jelas bagaimana rezim Kim dipelihara oleh para pemimpin China untuk maksud-maksud tertentu melawan kepentingan AS di Asia Timur. Pemimpin China ingin terus memelihara rezim Kim di Pyongyang sebagai penyangga strategis melawan pengaruh AS di Asia Timur dan menghindari keruntuhan dan kekacauan negara tetangga itu.

Oleh itu karena AS dan PBB harus terus  meningkatkan tekanan kepada China agar melepaskan kepentingan dan perlindungan kepada Korea Utara. Dengan meningkatkan tekanan pada Beijing, beberapa pakar Korea memperingatkan, Presiden AS Trump dapat memprovokasi reaksi balik China terhadap bisnis AS di wilayah tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun