Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat. Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prakiraan Sanksi-Sanksi Baru Dunia kepada Korea Utara

4 September 2017   18:02 Diperbarui: 16 September 2017   00:57 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ketiadaan transparansi data-data dari nilai eksport minyak mentah dari China ke Korea Utara semacam itu memicu skeptisisme para ahli, yang membantah klaim China bahwa mereka secara ketat menerapkan sanksi PBB terhadap Korea Utara. Dan satu surat kabar China mengecilkan gagasan bahwa Beijing akan memotong pengiriman minyak mentah ke Korea Utara.

"Jika China benar-benar mengurangi pasokan minyak mentah ke Korea Utara atau bahkan menutup pintu perbatasan China-Korea Utara, tidak dapat dipastikan apakah kita dapat mencegah Pyongyang melakukan uji coba nuklir dan peluncuran rudal lebih lanjut. Namun, konfrontasi antara keduanya kemungkinan akan terjadi", kata editorial berbahasa Inggris Global Times, sebuah tabloid yang dijalankan pemerintah AS yang sering mengambil sikap nasionalistik.

Sanksi Pemblokiran Ekport Tekstil dari Korea Utara

Korea Utara merupakan salah satu penghasil tekstil. Selama ini industri textil menjadi salah satu andalan penerimaan negara yang menderita akibat politik isolasi dari PBB itu. PBB juga telah melakukan sanksi terhadap pembelian tekstil dari Korea Utara. Sanksi terakhir PBB telah melarang tiga dari lima kategori produk teratas yang dibeli China dari tetangganya yang lebih kecil dan lebih miskin itu. Sanksi itu meliputi  pembelian tekstil dan pakaian jadi. Yang tidak jelas adalah seberapa tinggi kualitas industri tekstil Korea Utara. Para analis mengatakan beberapa data perdagangan menunjukkan ekspor untuk sektor-sektor tersebut turun sejak tahun lalu. 

Namun sebuah laporan mendalam baru-baru ini oleh Reuters dari dekat perbatasan China-Korea Utara menunjukkan bahwa perusahaan China meningkatkan penggunaan pabrik-pabrik Korea Utara untuk membuat pakaian yang kemudian diberi label sebagai "Made in China" dan diekspor ke luar negeri. Menurut para pakar, ukuran jelas dari bisnis tekstil Korea Utara membuatnya menjadi target potensial untuk sanksi masa depan. "Saya tidak bisa tidak berpikir jika saya adalah seorang pengusaha Cina, saya tidak ingin lagi memasukkan lebih banyak uang ke Korea Utara," kata Boydston kepada CNN Money.

Pemblokiran Bank Cina di Korea Utara

Untuk sanksi-sanksi ekonomi terhadap Korea Utara, AS dan PBB serta negara-negara multinasional amat berharap pada 2 negara yang saat ini menjalin hubungan dengan Korea Utara yakni China dan Rusia. Kedua negara raksasa yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB itu pada masa lalu merupakan sekutu paling dekat Korea Utara terkait komunisme. Oleh karena itu muncul keraguan besar terhadap China dan Rusia terkait apakah kedua negara itu benar-benar konsekuen untuk mendukung sanksi AS, PBB dan multinasional kepada Korea Utara. Keraguan tentang kemauan  China dan Rusia untuk benar-benar menekan Korea Utara telah mendorong seruan agar AS menindak keras perusahaan dari negara-negara yang melakukan bisnis gelap dengan rezim Kim. 

Pemerintahann Presiden Donald Trump telah mengambil tindakan di depan, termasuk memberi sanksi kepada sekelompok entitas China dan Rusia atas kesepakatan mereka mengenai Korea Utara. Pada bulan Juni, Departemen Keuangan AS memblokir sebuah bank regional China yang dituduh memiliki hubungan ilegal dengan Korea Utara dalam mengakses sistem keuangan AS. Namun mantan pejabat Treasury AS, Anthony Ruggiero mengatakan bahwa tindakan yang lebih kuat dapat dilakukan terhadap bank-bank China, termasuk denda besar. Namun terkait dengan sanksi baru ini tak membuat rezim Kim berkedip untuk menjalankan program Termonulirnya.

"Bank-bank China merupakan bagian integral dari operasi jaringan gelap ini dan pemerintahan Presiden Donald Trump perlu menargetkan mereka untuk memindahkan kampanye tekanan ke tingkat berikutnya," kata Ruggiero, seorang ilmuwan senior di Foundation for the Defense of Democracies, mengatakan dalam sebuah opini di Media Fox News.

Namun para ahli lainnya ragu-ragu terhadap sikap China dan mengatakan bahwa selama ini China tidak pernah menekan Korea Utara cukup jauh menuju ke sanksi-sanksi ekonomi untuk membuat Presiden Korea Utara Kim mengubah dan menghentikan program senjata nuklir. Inilah terlihat secara jelas bagaimana rezim Kim dipelihara oleh para pemimpin China untuk maksud-maksud tertentu melawan kepentingan AS di Asia Timur. Pemimpin China ingin terus memelihara rezim Kim di Pyongyang sebagai penyangga strategis melawan pengaruh AS di Asia Timur dan menghindari keruntuhan dan kekacauan negara tetangga itu.

Oleh itu karena AS dan PBB harus terus  meningkatkan tekanan kepada China agar melepaskan kepentingan dan perlindungan kepada Korea Utara. Dengan meningkatkan tekanan pada Beijing, beberapa pakar Korea memperingatkan, Presiden AS Trump dapat memprovokasi reaksi balik China terhadap bisnis AS di wilayah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun