Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat.Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Implikasi Soal-Soal Model Pilihan Ganda

23 Februari 2014   20:48 Diperbarui: 4 April 2017   16:55 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Soal-soal dengan model pilihan ganda (multiple choice) menjadi alternatif paling penting saat ini untuk Ujian Semester dan UAS/UAN para siswa SMA. Mengapa? Ada banyak pertimbangan positif mengapa model soal pilihan ganda (multiple choice )ini menjadi pilihan. Setiap kali ujian semester, para guru kita diwajibkan menyusun soal-soal berbentuk pilihan ganda sebanyak 50 nomer tanpa essay test. Salah satu alasan yang menjadi pertimbangan ialah bahwa soal-soal pilihan ganda memerlukan analisis dan ketepatan tinggi dalam menjawabnya. Pilihan a,b,c,d, dan e adalah pilihan yang menentukan.

Salah memilih huruf pilihan (options) akan berakibat fatal dan sulit dibenarkan lagi. Tingkat ketepatan untuk memilih jawaban a,b,c,d dan e harus tinggi. Bila tidak tepat maka tidak ada alasan lain untuk membenarkan kesalahan. Lain halnya bila orang menjawab soal-soal dalam bentuk essay test. Jawaban soal-soal berbentuk essay test berbentuk subjektif. Tidak selalu bahwa orang bisa mendapat nilai nol dalam soal-soal subjektif test. Bila pertanyaan dalam bentuk subjektif test maka ada pertimbangan-pertimbangan lain yang memungkinkan para peserta kita dapat memiliki nilai di atas nol.

Perbedaan antara soal essay test dan objective test terletak pada akumulasi kebenaran yang dianut. Test objective lebih ringkas, singkat, langsung, tidak bertele-tele dan hemat waktu. Lebih mudah seorang guru memeriksa jawaban objective test dibandingkan dengan memeriksa jawaban subjective test. Memeriksa jawaban objective test lebih cepat, dan tidak bertele-tele. Sedangkan memeriksa jawaban subjective test lebih lama dan lebih banyak memerlukan pertimbangan subjektif.

Meskipun sekolah-sekolah kita menggunakan format pilihan ganda (multiple choice) yang nota bene merupakan ujian yang mengutamakan penilaian objektive namun hasil kelulusan para peserta tidak melulu menggunakan format objective. Dalam praktek penilaian UAN/UAS dan ujian semester, penentuan kelulusan 40: 60. Dalam arti bahwa 60% merupakan hasil penilaian Ujian semester dan UAS/UAN sedangkan 40% merupakan penilaian subjektif. Format tersebut bisa saja terbalik bila sekolah penyelenggara diberikan wewenang dan otonomi dalam penentuan hasil kelulusan para siswa. Bisa saja bahwa 60:40 yaitu 60% penilaian subjektif dan 40% penilaian ujian semester. Meskipun hal seperti ini (60% subjektif dan 40% nilai ujian) jarang terjadi. Bahkan hampir tidak ada. Patokan umum yang telah dipakai sekarang ialah format 60:40, artinya 60% nilai UAS/UAN atau nilai semester dan 40% penilaian subjektif.

Bila penentuan nilai 60% penilaian subjektif oleh guru/kepala sekolah bisa disebabkan banyak hal. Hal-hal yang menyebabkan itu sering merupakan kasus-kasus luar biasa dan jarang terjadi yakni berdasarkan penilaian sikap-sikap yakni akibat pelanggaran norma-norma dalam hidup bersama. Penilaian sikap dan penilaian pelanggaran norma-norma dalam hidup bersama bisa membatalkan kelulusan seorang siswa/i.

Contohnya: Seorang siswi yang kedapatan hamil sebelum UAN/UAS berlangsung atau sebelum ujian semester berlangsung bisa langsung dikeluarkan dari sekolah meskipun siswi tersebut memiliki nilai terbaik di sekolah atau kelasnya. Demikianpun bila seorang siswa/i terlibat tindak kejahatan seperti membunuh, menganiaya sesamanya, mencuri dan melakukan kejahatan-kejahatan lainnya, bisa dipakai penilaian dengan format 60% subjektif dan 40% hasil ujian.

Penilaian dengan format 60% berbanding 40% nilai ujian harus sedapat mungkin dihindari. Hal tersebut memang jarang terjadi di sekolah-sekolah kita. Bisa saja hal itu terjadi namun satu atau dua orang siswa/i saja. Maka dalam pendidikan di SMA, kecerdasan kognitif harus seimbang dengan kecerdasan spritual, kecerdasan emosi, kecerdasan efektif dan psikomotorik. Hal ini penting karena pada umur SMA, apalagi kelas XII, para siswa/i kita sudah sedemikian matang secara fisik. Meskipun secara mental mereka belum dikatakan dewasa dan matang.

Maka berikut ini saya akan mengemukakan beberapa implikasi yang perlu demi peningkatan kualitas para siswa kita. Beberapa implikasi positif dari model soal pilihan ganda (multiple choice)dapat dijelaskan berikut ini:

Pertama, melalui sistem pilihan ganda (multiple choice), para siswa/i dapat dimampukan untuk memiliki pertimbangan yang tajam untuk memilih hal-hal yang benar sesuai dengan teori yang dipelajarinya. Kemampuan untuk menganalisis soal-soal dan memutuskan hal-hal yang benar, baik dan bernilai bagi dirinya menjadi tinggi. Selain menguji kecepatan dan ketepatan dalam menjawab soal-soal, para siswa juga dibentuk kepribadiannya agar konsisten dalam memilih hal-hal yang benar, berguna dan baik bagi dirinya sendiri.

Bila jawaban para siswa/i itu benar sesuai dengan teori yang didapatkan maka dia akan semakin percaya pada apa yang dipelajarinya danakan terus memperjuangkannya dalam kehidupannya setiap hari. Dua kata yang berhubungan erat dengan model pilihan ganda ini ialah "mempertimbangkan" dan "memutuskan". Kata mempertimbangkan berarti: mendayagunakan energi akal budinya secara total sesuai dengan pengetahuan yang telah dipelajarinya secara intens. Sedangkan kata memutuskan berarti memberikan sikap dan penentuan terhadap pilihan-pilihan yang diberikan kepadanya. Kata "memutuskan" juga berarti bahwa ilmu pengetahuan itu kini harus berwujud, beralih dari sesuatu yang semula berada di dalam akal budinya, kini menjadi nyata lewat tulisan.

Kedua, unsur kecerdasan manusia menjadi lebih nampak jelas dalam soal-soal pilihan ganda (multiple choice) dibandingkan dengan essay test. Esay test berwujud jawaban subjektif sedangkan pilihan ganda lebih kepada jawaban objektif. Kebenaran pada jawaban objektif lebih jelas dan ketepatannya langsung dilihat. Unsur-unsur dalam essay test telah terkandung di dalam objektif test itu sendiri, misalnya dalam pelajaran Matematika. Seorang siswa yang cerdas akan mampu mengharmoniskan kebenaran objektif pilihan ganda dengan langkah-langkah dalam pengerjaan soal-soal subjektif itu dalam kertas cakarannya.

Ia akan memandang pilihannya sebagai hasil cakarannya sesuai dengan metode-metode Matematika yang dipelajarinya. Maka jangkuan penerapan ilmu dalam soal-soal pilihan ganda lebih banyak, luas dan mendalam dibandingkan dengan soal-soal essay test yang jumlahnya lebih sedikit dari soal-soal pilihan ganda (multiple choice).

Guru boleh saja memadukan soal-soal pilihan ganda (multiple choice) dengan essay test dalam satu paket soal ujian. Biasanya soal-soal pilihan ganda (multiple choice) lebih banyak dari soal-soal essay test. Katakanlah dari 50 nomer soal yang disiapkan, terdapat 45 soal pilihan ganda dan 5 nomer essay test.

Ketiga, soal-soal pilihan ganda (multiple choice) menggambarkan filosofi kehidupan zaman sekarang itu sendiri. Kehidupan zaman global yang penuh kemajuan informasi dan komunikasi itu menyediakan banyak pilihan-pilihan yang harus disikapi oleh manusia. Manusia dalam zaman sekarang harus mampu memutuskan pilihan-pilihan tertentu dalam hidupnya. Pilihan-pilihan itu misalnya dalam sistem demokrasi orang harus mampu memilih secara tepat dan benar. Ia - oleh ketepatan pilihannya itu- akan membuatnya bisa mencapai kesejahteraan dalam hidupnya.

Orang yang memilih benar akan hidup makmur dan sejahtera dengan pilihannya itu. Bila manusia salah memilih maka manusia akan terkena resiko menjadi sengsara akibat pilihannya tersebut. Selain demokrasi, beberapa hal yang membutuhkan pilihan manusia misalnya: memilih teman, memilih jodoh, memilih makanan, memilih kesehatan dan medis, memilih rumah, pendidikan, bank, dll.

Singkatnya: Kehidupan zaman sekarang membutuhkan kecerdasan untuk mempertimbangkan dan memutuskan hal-hal yang terbaik, benar dan bermanfaat bagi dirinya, sesama, lingkungan dan imannya. Melalui soal-soal pilihan ganda, yang membutuhkan kemampuan memilih secara tepat itu, para siswa/i kita dilatih dan diarahkan untuk kelak mampu memilih pilihan-pilihan yang dihadapinya dan berhasil melaksanakannya.

Keempat, unsur ketepatan merupakan penentu utama dalam keberhasilan menjawabi soal-soal pilihan ganda (multiple choice). Namun kita juga harus berbicara tentang resiko-resiko yang harus dipikul oleh siswa-siswi kita manakala mereka menjawab secara tidak benar. Justeru hal ini banyak kali terjadi. Maka terhadap hal ini, para siswa/i kita perlu dilatih untuk berkomitmet tinggi agar teguh pada apa yang dipilihnya. Ia harus bertanggung jawab terhadap resiko-resiko akibat pilihan yang dijatuhkannya. Bertanggung jawab berarti mampu memikul resiko jelek dari kesalahan pilihannya sendiri. Ia tidak boleh membangun mekanisme pembelaan diri misalnya: menyalahkan dirinya, menyalahkan orang tuanya, menyalahkan para gurunya dst. Bila dia salah memilih maka bisa saja dia akan menghadapi resiko tidak lulus ujian. Maka dia harus berani mengulang, bukan melarikan diri dengan melakukan cara haram lainnya.

Resiko terhadap ketidaklulusan akibat salah memilih harus dipikulnya. Ia harus berani mengulang dan tekun belajar lagi agar bisa lulus dalam ujian berikutnya. Melarikan diri dari kesalahannya dalam memilih akan menimbulkan dampak buruk bagi kepribadiannya. Bila ia melarikan diri dari kesalahannya maka Ia akan bertumbuh menjadi manusia pengecut dan lemah kepribadiannya. Justeru ini harus dicegah.

Orang harus berani mengakui kesalahan dan berjuang lagi untuk memperbaiki kesalahannya. Selalu ada kesempatan baru bagi orang yang gagal. Jalan baginya masih terbuka. Yang perlu bagi orang yang gagal ialah berjuang untuk bangkit dan terus berjalan menghadapi masa depan. Bila gagal, berjuang untuk berhasil lagi. Jalan tetap terbuka. Sebaiknya janganlah cepat berputus asa dan kehilangan harapan.

Pendidikan harus mampu untuk membuat orang bertanggung jawab atas segala resiko yang muncul dari keputusannya sendiri. Bila berhasil maka silahkan maju pada tahab hidup berikutnya. Perjuangan masih panjang bagi para siswa/i SMA kita. Masa depan mereka masih luas dan penuh perjuangan. Semoga mereka akan berhasil menggapai masa depan mereka.

____________________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun