Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Indonesia Bukan Milik Mbahmu (Analisis Kritis Atas Poster ICW)

3 Maret 2014   05:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apalagi keadaan mayarakat modern itu sendiri telah didukung oleh kemajuan teknologi dan sistem-sistem demokrasi yang semakin maju dan berkembang hingga dewasa ini. Faktor geneologis atau keturunan menjadi semakin kecil dalam pekerjaan atau profesi. Orang lebih mementingkan minat, skill, profesionalisme, keterampilan/keahlian dan pendidikan.

Hal yang menjadi contoh adalah tentang usaha keluarga misalnya berjualan makanan tertentu dengan rasa dan nama tertentu merupakan hak turunan dari kakek/nenek kepada anak dan seterusnya kepada cucu-cucunya. Demikian juga misalnya hak dalam kepemilikan tanah, kepemimpinan adat dan kepemimpinan pemerintahan masih ditemukan adalah merupakan sebuah pekerjaan warisan turun-temurun. Meskipun jarang terjadi namun bahwa faktor genealogis seseorang juga bisa menjadi faktor penentu tampilnya seseorang sebagai pemimpin.

Dalam adat Jawa ada istilah Bibit, Bebet dan Bobot seseorang dalam karya dan kehidupan di tangah masyarakat. Sebab masyarakat Jawa berpendapat, faktor keturunan masih mempengaruhi keberhasilan dan kesejahteraan hidup seseorang, seperti pada peribahasa: Buah jatuh tidak jauh dari pohon, artinya, seseorang yang dilahirkan ke dunia ini, akan mewariskan sifat, watak, bakat, minat dan pekerjaan dari orang tua/mbahnya.

Di Indonesia, kita baru saja menyaksikan bahwa naiknya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden ke-5 setelah KH Abdurahman Wahid karena faktor genealogis yakni faktor bahwa beliau adalah puteri sulung mendiang proklamator RI dan presiden pertama RI, Ir Soekarno. Selain itu, kita menyaksikan kepemimpinan Gubernur dan wakil Gubernur DI Yogyakarta yang selalu berasal dari keturunan Gubernur/Wakil Gubernur Yogyakarta sebelumnya, yang berasal dari kalangan Raja Yogyakarta dan Paku Alam.

Runtuhnya kepemimpinan berdasarkan genealogis secara inplisit dan eksplisit telah berlaku setelah Presiden Soekarno menyampaikan pidato pada tanggal 17 Agustus 1950, di mana dalam pidato itu, presiden Soekarno mengeluarkan dekrit tentang pembubaran RIS dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sejak saat ini, RIS menjadi bubar, kerajaan-kerajaan warisan kolonial Belanda telah secara resmi melebur ke dalam NKRI dan secara intensif mulai berlaku pemimpin yang dipilih berdasarkan sistem demokrasi Pancasila, di mana pemimpin dipilih berdasarkan kehendak rakyat dan diseleksi menurut kemampuan, kredibilitas, kualitas manusianya.

Indonesia Bukan Milik Mbahmu

Secara umum kalimat ini hanya mau membangkitkan semangat dalam perjuangan memberantas korupsi di Indonesia. Bangsa Indonesia yang berdiri sejak 17 Agustus 1945 ini merupakan bangsa yang lahir dari sejarah dan kesadaran berabad-abad. Perjuangan kemerdekaan bangsa mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1945. Bangsa yang barus saja lahir itu melalui perjuangan panjang penuh darah dan air mata. Perang kemerdekaan berlangsung selama 5 tahun yakni 1945-1950.

Pada tanggal 27 Desember 1949, terjadi pengakuan kedaulatan (Menurut versi bangsa Indonesia adalah pengakuan kemerdekaan sedangkan menurut versi Belanda adalah penyerahan kemerdekaan kepada RIS) yang terjadi di Belanda dan Indonesia. Republik Indonesia Serikat (RIS) pun tak berumur lama karena kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, maka Presiden Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 17 Agustus 1950 mengeluarkan dekrit Presiden untuk kembali ke NKRI dan pembubaran RIS.

Perjalanan sejarah bangsa penuh pergumulan dan jatuh bangun. Para pemimpin kita dari kepala desa hingga para pemimpin pusat cenderung memperlakukan dan memperalat kekuasaannya sesuai kepentingan dan kehendaknya sendiri tanpa menghiraukan kesejahteraan rakyat kecil. Perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme masih saja melekat dalam charakter beberapa oknum pejabat.

Mereka menjadi terbius dan terbiasa untuk merampas harta dan kekayaan bangsa demi kepentingan egoistis mereka. Harta dan uang rakyat pun dibawa kabur hingga keluar negeri. Perilaku KKN ini justeru seolah-seolah menjadi kebal terhadap hukum. Para pelaku KKN masih belum tersentuh hukum, mereka masih bebas berkeliaran bahkan melancong hingga ke luar negeri, seperti yang ditampilkan dalam kasus Mohammad Nasarudin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun