Mohon tunggu...
john brata
john brata Mohon Tunggu... Captain Pilot / Purnawirawan Perwira Penerbang POLRI - .

Lahir di Bogor tanggal 08 Februari 1941

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Pendaratan Buta di Rawa-rawa

27 Agustus 2020   08:04 Diperbarui: 29 Agustus 2020   11:45 2068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Co-Pilot saya instruksikan baca check list emergency. Dia bertanya, di mana akan mendarat? Saya menjawab perkiraan kita akan mendarat di sekitar rawa-rawa.

Saya bilang, kalau kita mendarat di rawa-rawa, mungkin masih hidup. Tetapi kalau di hutan, matilah kita. Saya berkata: "Doa saja kamu ya!" Sambil deg-degan tapi berusaha kalem, saya berdoa: "Bapa Kami, Tangahu yang Protestan juga "Bapa kami"

Saya terus berusaha menghidupkan mesin, sambil ngomong: Diamput! (maaf kebiasaaan pernah di penddikan Al Morokjrembangan masih suka terbawa!) Saya tujukan pesawat ke atas di tempat yang keliatan lampu-lampu, saya menghidupkan lampu pendaratan. Pesawat hampir saja membabat pohon kelapa. Untung lolos.

Dan pesawat mendarat keras persis di rawa-rawa. Pendaratan buta dalam cuaca gelap itu sebenarnya cukup OK. Hanya saja di tengah rawa ada gundukkan sampah-sampah yang sudah jadi tanah dan sialnya gundukkan tanah itu tidak mau minggir! Dan pada saat crash kira-kira kecepatan pesawat masih di atas 100 KM!.

Benturan cukup keras. Muka saya menghantam dashboard dan seketika lupa. Untung tidak pingsan. Saya bertanya setengah sadar: "Bang di mana kita nih?" Co-Pilot saya Bambang dia sadar dan bisa memegang sesuatu pada saat benturan.

Dia menjawab: "Kita sudah mendarat!" Saya bertanya konyol: "Kita belum mati? " Bambang menjawab: "Belum Kang. Tapi nggak tahu di mana!" Saya baru sadar penuh. Saya berteriak: "Matikan listrik!" Lalu kita matikan semua peralatan yang berbahaya yang memungkinkan kebakaran.

BBM pesawat Avigas dan semua macam BBM bisa menyebabkan kebakaran hebat. Sementara kami masih terjebak di dalam pesawat. Saya baru sadar bahwa saya tidak bisa bergerak! Dan sakit luar biasa di pinggang. 

Ternyata tulang belakang saya nomor 7 dan 8 retak! Dan melesat masuk 3 cm. Akibatnya saya kehilangan tinggi badan dari 175 cm menjadi 172 cm. Dan ini menjadi ledekan adik-adik saya, yang rata-rata tingginya 180 cm.

Setelah crash saya tidak bisa teriak karena cedera tulang belakang itu. Sayup-sayup saya mendengar suara generator. Jadi kami yakin sudah mendarat di dekat kampung dan di rawa-rawa yang untuk tidak dalam.

PERTOLONGAN
Kami yakin pertolongan akan cepat datang dan mereka akan bawa obor, maka saya pesan ke Bambang agar berteriak untuk mematikan obor. Bau bensol bahan bakar pesawat sudah tercium. 

Sementara itu teknisi kami mungkin tidak memakai seatbelt badannya membentur seat saya dan dia luka parah di dalam. Kemudian ternyata paru-paru kirinya hancur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun