Mohon tunggu...
Arung Wardhana Ellhafifie
Arung Wardhana Ellhafifie Mohon Tunggu... Sutradara film -

Buku Terbarunya Tubuh-Tubuh Tompang Tresna (dan 7 lakon lainnya); (bitread, 2017), Gidher (Ladang Pustaka, 2017), Gambir (bitread, 2017), kumpulan puisi tunggal ; Mancok (Pustaka Ranggon, 2018), Mampus (Pustaka Ranggon, 2018).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Puisi-puisi buat Rosyi Agustine

17 Oktober 2015   15:23 Diperbarui: 17 Oktober 2015   15:23 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KAU

- Rosyi Agustine di sana

 

Kelak aku berdiri sejajar dengan labirinmu

dan di kantong celana menyimpan cinderamata buatmu

serta tas di punggung sudah bertukar wajah denganku

begitu juga kuciptakan aksara terbaik agar tak kaku

aku akan pulang dari sini menggelamkan hari yang lalu

berkumpul lagi di rumah menyimpan tenaga dari ibuku

sembari menentukan tanggal yang kutentukan aku merindu

tak pelak bahwa ini akan gagal di mana srigala sedang berburu

kalau mungkin kau menyebutku di sergap lagi

kan bercumbu seringkali terucap dunia ini beragam

kelancangan dan kebohongan terlampau padat

setiap tempat bicara kapasitas di kerongkongan

belum lagi elektabilitas lampu-lampu jalan yang berpijaran

aku tak kan heran lagi kalau terang berubah gelap di keramaian

dan kau tidak serta merta terlahir karena berkunjung

mintalah aku bersujud kukira kau sendiri menyanjung

dan memuja atas dunia ini yang cedera dan bergelembung

pasrahlan lumbung-lumbung pada Nya kita menanggung

tak mengerti apakah kau hujan setitik atau menggunung

 

Halah sudikah kau melayani deskirpsi ini dari pendosa

letakkan saja aku di kubah tertinggi

hari nanti pasti kan kuakui

 

Mataram, Juni 2013

 

 

 

 

 

 

 

 

BERITA DARI CILACAP

 

Di wajahku ada senyum di bulan ini

apakah bahagia atau duka atau juga luka

pastinya aku tak boleh menangis atau meringis

karena sakit pahit terbelit luka sebelumnya

bahkan aku sempat mengernyit dahi kau kini

membawa berita kalau kau luluh pada rapuhku

tapi yang tak kan pernah lupa aku kini terus sakit

meskipun aku tak pernah merasa kalau sedetikpun

karena aku dan kau saling berkejaran setiap perbatasan

atau kau selalu menganggap aku setan yang terkutuk

dan setiap kerjaku adalah bagian orang-orang sinting

lalu kudengar denting piano apakah kau menggiringingnya kemari

entahlah kalau menurutku ini semua tak penting

maka kutinggalkan saja berita ini biar di giring ke sana sini

 

Bangkalan, Juli 2015

 

SEBULAN SETELAH KAU KIRIM BERITA

 

Aku tetap hidup sayangku bahkan seribu tahun lagi

tak apa kalau nantinya kau tetap akan mengelak

bersikeras mencari hidup dari batas kota yang lain

dan bertemu lagi sesuai dengan janji yang kita ucap

kemudian saling melepas kepergian masing-masing

tahukah kau akhir yang mana menjadi pusing nadiku

 

Sesuatu yang tak kan kutahu kecuali pasti kita bertemu

tapi rasanya pagi itu kau sendiri sedang membuka tabir

hanya sepatah kata keluar dari bibirmu sedikit nyinyir

tak seperti sebelumnya panjang lebar bicara takdir

maka kupastikan dengan ini adalah makna dari pelarian saja

 

 

Sumenep, Agustus 2015

 

 

SEHARI SEBELUM KITA BERJANJI

- sayangku Rosyi Agustine

 

Tidak sayangku aku tak kan bisa membencimu

meskipun dari awal ku tak percayai rasa cemas

tapi tubuhku hampir lemas menulis dinding kamar

bukan dari aksara dan angka melainkan dengan mawar

yang berantakan lalu runtuh bukan luluh tapi jatuh

 

Apa sebab musabab aku membacamu dahulu

bukankah ada aksara lain yang sedang kusembunyikan

ya memang kutunggu tamu dan kuharap bawa buku baru

tapi tak kunjung datang janur kuningpun sudah melayu

para undangan pulang dan penghulu berang menunggu

di Kasongan itu seketika tak patah arang semua berlalu

padahal sebelumnya berlompatan ke sana kemari aku

layaknya anak-anak bermain dengan nakal dan lucu

kudorong gadis-gadis hingga jatuh dan kutepuk bokongnya

karena aku berjanji  tak kan membaca lagi meski tak di tolong

aku tak mau tapi aksaramu terlampau penolong agar tak kubaca

 

Namun tak pernah jera mungkin karena aku sulit membaca

karenanya aku bersikeras membacamu dengan sedikit kupaksa

baru setelahnya aku akan membacanya meskipun dalam labirinku

harusnya bukan kau yang kubaca entah kenapa aku melawannya

dan harus kubaca semakin kau susah kuingin semakin keras pula

aku dingin menghentikan para tamu buang semua permainan

dari gangsing tali temali jaranan aku semakin tiang membacamu

 

Surabaya, 27 agustus 2015

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun