"Putra mahkota kerajaan Nokilaki ramanda cabut, namun jangan cabut cintamu dengan siapa. Katakan."
"Lembatina."
Bagaikan petir di siang bolong menyambar, mekak di telinga Raja Nokilaki. Itu  setelah Benggol lanjutkan ceritanya tentang putri Kepala Kampung Tanjung Babia, sebuah pedukuhan jauh dari Nokilaki.
"Pergilah penuhi cintamu itu, dan jangan kembali lagi ke Nokilaki. Jika aku menemuimu lagi. Nyawamu jadi taruhannya."
Raja tinggalkan ruangan denga putusannya yang pasti. Benggolo berkemas, ia tahu putusan raja adalah mutlak.
//
La Tuppu, La Ijo, dan Lembatina termenung mendengar cerita Benggolo. Demi kebaikan Benggolo dan Lembatina, La Tuppu relakan sepasang pengantin baru yang dicintainya itu tinggalkan Tanjung Babia.
Benggolo dan Lembatina lalu siapkan pelayaran untuk pergi jauh. Dua sejoli ini akan berlayar entah kemana. Hanya pantai Tanjung Babia, tempat mereka mulai angkat jangkar yang tahu, daratan mana yang dituju.
"Mertua La Tuppu, ipar La Ijo. Tataplah dalam-dalam kami berdua untuk terakhir kalinya. Karena hanya akhiratlah yang bakal mempertemukan kita di belakang hari."
Benggo dan Lembatina kemudian menancapkan kayu di tepian Selat Makassar itu. Lalu keduanya berpamitan.
"Ijinkanlah kami pergi. Kayu sepasang ini adalah bukti, kami pernah ada. Kami saling cinta, kami akan berlayar, kami tak terhalang."