Mohon tunggu...
Taufik AAS P
Taufik AAS P Mohon Tunggu... Penulis - jurnalis dan pernah menulis

menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mahluk Halus di Kaki Mambuliling

12 Desember 2017   18:55 Diperbarui: 13 Desember 2017   12:37 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat sibuk men-shootting, awan berarak melingkar bukit. Si kupluk menepuk bahuku, bahu yang telah menyentuh bahunya di awal perkenalan kami.

"Sudah mulai sore, kita pulang saja kak."

Akupun menurut mengikuti langkah gadis menurut ke kaki gunung. Namun dengan pikiran yang masih  penuh tanda tanya, mau dibawah kemana sama mahluk halus yang bergigi indah ini.

"Nginap di mana kakak."

Mahluk halus berkupluk bertanya padaku tanpa menoleh ke belakang. Sambil berjalan menguntit dirinya, aku jelaskan bahwa tinggal sementara disebuah losmen kecil di ibukota kecamatan. Si kupluk pun jelaskan kalau dirinya adalah mahasiswa kehutanan di sebuah perguruan tinggi ternama di Kawasan Timur Indonesia. Ia sementara selesaikan tugas akhir dengan meneliti dan menginvetarisir anggrek yang ada di pegunungan Mamasa. Karena menurut si kupluk, Mamasa adalah salah satu tempat di dunia dengan ratusan ragam bunga angrek.

"Nama saya, Leo Conita."

"Nama saya Dudi."

Dasar kacau, kami baru saling berkenalan setelah berjam-jam dalam rimbunnya kayu-kayu hutan tropis. Alam dingin dan sunyi, kecuali napas-napas kami yang hangat dan menyala-nyala.

                                                                                                                                                        ----000----

Keasyikan membaca catatan kumal tersebut, membuat Dudi tidak menyadari kalau jam dinding telah menunjukkan jam 2.45. Namun keinginannnya untuk  menghirup kopi dan menghisap rokok memaksanya untuk menutup agenda tua tersebut. Ia rapikan jaket dan kain sarung yang terselempang, karena dingin udara di kaki Gunung Mambuliling mulai menusuk hingga tulang.

Lelaki paruh baya ini, memang sedang tidak bisa memejamkan mata, ia ingin pagi segera tiba. Karena esok anak gadis satu-satunya akan datang dari kota ntuk memecah kesunyian di rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun