Gadis berkupluk itu mendekat. Rayben penutup matanya di buka.
"Wow."
Aku membathin kaget dan menatapnya dalam-dalam. Mau marah rasanya, kenapa mata kadang disebut mata keranjang. Seingatku, tak satupun keranjang di dunia ini punya mata. Kalau itu ungkapan untuk pria yang suka menatap-natap wanita cantik. Apakah itu salah. Kenapa pula keranjang yang disebut-sebut. Ada juga yang bilang, mata keranjang itu berarti, setiap melihat wanita  cantik pikiran selalu keranjang. Ah, itu terlalu kejam dan porno. Akan lebih halus bila dikatakan, setiap melihat wanita cantik, pikiran selalu ke pelaminan.
"Kacau."
"Apanya kacau, kak."
Gadis itu semakin mendekat dan membuka kupluknya, kelihatan rambutnya yang indah, hitam pekat, panjang pula. Ya, wanita memang sering disebut, mahluk berambut panjang.
"Kacau apanya."
Semakin mendekat, hingga udara beku pegunungan  hantarkan bau harum dari  sosok gadis berkupluk ini, Entah bau rambutnya yang baru di-shampo. Atau bau parfun yang dipakenya. Aku tidak mau tahu. Jelasnya harum di udara beku pegunungan, saat matahari mulai mendekati puncak. Adalah kejutan bagi diriku yang sudah sepekan di kaki gunung yang konon katanya angker  dan penuh mahluk halus yang cantik-cantik.
"Kacau."
Lagi-lagi aku membathin. Berhari-hari di kaki Gunung Mambuliling, baru kali ini ketemu mahluk halus yang cantik.
"Apanya kacau,"