Matahari menyinari Daerah Istimewa Yogyakarta. Sinarnya menembus kaca bening yang terpasang tiap ruangan hingga seisinya terlihat. Membangun hari cerah seperti biasanya. Murid-murid mulai memasuki sekolah, siap untuk memulai pelajaran pada hari ini. Esa dan teman teman mendapat banyak tugas dari guru untuk melakukan tugas pementasan. Mereka harus mementaskan pertunjukan budaya di Indonesia dan kelas Esa mendapat bagian pulau Kalimantan untuk mereka tampilkan. Pementasan akan dilakukan tahun 2024 pada acara Lustrum yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Kesempatan ini merupakan suatu kehormatan bagi mereka sehingga dapat tampil di acara tersebut. Teman sekelas Esa berjanji akan menampilkan yang terbaik.
Sejujurnya Esa malas untuk ikut serta terlalu dalam di pementasan. Namun struktur kepanitian sudah ditentukan, Esa ditemani 4 temannya yaitu Tegar, Ardi, Kevin, dan Ivan bertugas dalam divisi perlengkapan. Mereka harus bertanggung jawab menjaga perlengkapan dan menyiapkan perlengkapan yang akan digunakan. Pada awal melakukan tugas, mereka tidak tahu apa yang harus mereka siapkan karena kelas mereka masih menyiapkan konsep untuk penampilan kelas mereka. Ternyata butuh waktu 2 pertemuan untuk menentukan konsep, akhirnya kelas mereka akan menampilkan drama dari cerita rakyat Kalimantan dan tarian tradisional Kalimantan.
Tim perlengkapan masih belum memulai pekerjaan mereka dalam sebulan karena mereka tidak tahu perlengkapan apa yang dibutuhkan dalam pementasan. Selain kendala tersebut, mereka juga terkendala masalah mental.
"Perkap ga kerja" Ujar mereka.
"Perkap, tolong cari kerjaan biar ada yang bisa dikerjain" Ujar mereka terus-menerus.
Jujur menurut mereka hal tersebut bukan lagi kritik karena mereka sangat terganggu dengan hal itu. Esa dan Tegar yang menjadi penanggung jawab tim perlengkapan harus bersabar dan menerima hal itu dengan hati terbuka serta saling menyemangati tim perlengkapan. Mereka seperti disuruh berlari tapi tidak ada yang tahu jalannya dan tidak ada yang mau membantu untuk menunjukan jalan.
Akhirnya yang ditunggu tiba, mereka mendapat list properti yang dibutuhkan untuk pementasan. Ada properti yang bisa dibeli dan properti yang harus dibuat. Mereka memutuskan untuk mencari properti yang bisa dibeli dahulu. Mereka berjanji untuk belanja perlengkapan setelah pulang sekolah, dengan Kevin, Ardi dan Ivan membawa motor. Tujuan tempat belanja mereka ada Petra dekat Malioboro dan Pasar Beringharjo. Mereka mendapat padi kering, tampah dan kendi. Semua itu menjadi properti drama nanti.
Mereka memulai mendapat pekerjaan berat yaitu membuat properti yang harus dibuat sendiri. Ada batu dan pohon. Mereka tidak mungkin menggunakan batu besar dan pohon asli untuk ditaruh di panggung nanti. Jadi mereka membuat pohon dan batu palsu dari styrofoam, kertas, kayu, dan pilox. Untuk melakukan itu semua, waktu P5 di sekolah tidak cukup.
“Kita ga bisa kalo modal jam P5 buat bikin properti, kita harus ngumpul di rumah seseorang untuk bikin properti” Ucap Esa.
“Rumah siapa yang mau kita gunakan?” Tanya Tegar.
“Rumah yang dekat dengan sekolah tidak sih? Agar teman-teman tidak kesulitan.” Usul dari Ardi.
“Rumah siapa yang dekat dengan sekolah?” Tanya Tegar lagi.
“Rumah Marcel ga sih?” Jawab Esa.
“Marcel, apakah kita boleh menggunakan rumahmu untuk membuat properti?” Tanya Tegar kepada Marcel.
“Boleh kok, datang saja. Orang tuaku pasti senang dengan kedatangan kalian.” Jawab Marcel.
“Apakah boleh aku membawa pacarku Selen untuk membantu kita? Dia sangat handal dalam pembuatan properti, sepertinya dia dapat membantu kita.” Izin Juna kepada mereka.
“Boleh, Jun. Lebih baik kita mendapat bantuan dari pacarmu.” Ucap Esa.
Dengan bantuan Selen, pacar Juna. Juna menjadi sutradara dalam pementasan ini, maka ia bertanggung jawab membantu tim perlengkapan membuat properti. Sebagai bantuan, ia meminta pacarnya yang profesional dalam teater untuk membantu pementasan mereka. Selen memberi tahu cara membuat pohon dan batu dari bahan bahan tersebut. Ternyata mereka membutuhkan 3 hari untuk membuat pohon dan batu, mereka melakukan sesuai dengan arahan Selen. Pohon dan batu buatan mereka berdiri tegak, siap untuk digunakan dalam pementasan.
Tanpa disadari sudah tahun 2024, mereka mulai melakukan gladi kotor. Mereka hanya melakukan kesalahan kecil seperti lupa set properti dan tidak tahu waktu mengambil dan menaruh properti. Namun pada gladi bersih, mereka mendapat masalah. Pohon mereka tidak bisa berdiri karena salah satu kaki kayunya putus dan pakunya tidak kuat menahan kayu itu untuk berdiri.
“Itu kok ga bisa berdiri pohonnya?!” Ujar panik Esa.
“Tadi kesenggol sama Dio, jadi jatoh terus ga bisa berdiri lagi.” Jelas Ardi.
“Besok mau dipake! Ayo benerin cepet.” Ujar panik Tegar.
Mereka mendadak panik karena properti tersebut dibutuhkan keesokan harinya, mereka harus menyelesaikan masalah di hari itu juga. Segala cara mereka lakukan untuk membetulkan pohon tersebut sampai meminjam gergaji dan paku milik sekolah.
Pada ujungnya mereka meminta bantuan tukang yang bekerja di sekolah untuk membantu membetulkan pohon tersebut. Akhirnya mereka dapat menggunakan properti yang dibuat pada hari pementasan. Pementasan berjalan dengan sangat baik bahkan melebihi ekspektasi. Mereka merasa sangat puas akan diri sendiri dan berterima kasih atas bantuan serta kekompakan yang membuat mereka menjadi seperti ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H