Senin yang dihindari, namun Senin yang dinanti
Pagi Senin, 02 Januari 2013. Pagi cerah dengan suara tawar menawar pedagang ikan, suara kendaraan lalu lalang, bunyi peluit pengatur lalu lintas, serta bunyi-bunyian gelas dan piring warung makan kian terdengar. Sangat ramai, namun itulah fakta, fakta bahwa di depan rumahku setiap pagi ada pasar ikan terkecuali 2 hari raya besar umat Muslim yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Hujan lebat atau listrik padam gelap gempita apakah tetap ada pasar? Ya tetap, selebat apapun hujan bahkan disertai angin deras juga dengan gelap tanpa listrik sekalipun pasarnya tetap ada. Ku ulangi, hanya 2 hari tadi pasar di depan rumahku itu tidak beroperasi.
Pagi itu beraktifitas biasa, namun dengan hati dan rasa yang lebih bahagia, lebih fresh. Aku menonton berita bola, sarapan pagi, memakai seragam sekolah, memanaskan sepeda motor untuk dipakai pergi ke sekolah, dan tak lupa mengintai pesan sms dari siapa saja yang hanya sepintas ku baca. Tut tut tut tut dering pesan sms khas Nokia 1112, ok nama yang selalu ku ingat-ingat muncul dengan pesan sms nya. “Jumpa di sekolah sayang”. Terkejut, tersenyum, bingung, bahagia. Entahlah itu, bagi pembaca yang pernah merasakannya, selamat anda pernah menjadi orang paling bahagia di muka bumi.
Beberapa saat kemudian, aku langsung menuju sekolah dengan memakai sepeda motor kebanggaan kalangan muda saat itu, sepeda motor dengan dudukannya yang melancip setengah bola. Satria F, ya pada waktu itu memang sepeda motor Satria F sangat di gemari, kawan-kawan satu kampungku hampir semua memakai sepeda motor merk ini. Katanya laki-laki kalau memakai Satria F tingkat kerennya bertambah, katanya yaa. Di sisi lain, bagi sebagian wanita Satria F adalah modus bagi laki-laki untuk mendapat pelukan atau apalah itu yang pada intinya supaya bersentuhan. Mudah saja, tinggal tuangkan sabun kendaraan ke lapaknya agar menjadi licin bak perosotan di taman bermain air. Yakin, ini sesuatu yang dicari oleh sebagian laki-laki. Hehehe
Aku tiba di sekolah, meletakkan tas dan ikut apel upacara penaikan bendera. Ku lihat do’i ada di barisan kanan mengarah kiri (depan) sesuai posisi tiang bendera dan Pembina. Ada 3 barisan, kiri, bawah dan kanan. Aku berada di barisan bawah menghadap langsung ke depan ke arah posisi tiang bendera dan Pembina. Karena posisi kami yang berbeda dan bisa melihat satu sama lain, sesekali kami mencuri pandang dengan senyum kecil memproklamirkan tanda saling bahagia. Kawanku disamping menyenggol dan berkata “Bro, fokus upacara bro . Nanti aja urusan itu.”
Ada pertanyaan, mengapa kawanku tahu urusan itu? Biar ku perjelas, sudah barang tentu hubungan kami bahkan sebelum pacaran menjadi rahasia umum di sekolah, olehnya karena sang do’i adalah bunganya sekolah, terkenal dimana-mana dengan parasnya. Mulai kelas bawah sampai paling atas, yang sudah lulus, yang jenjangnya lebih tinggi, bahkan yang sudah beristri masih saja terpesona oleh paras do’i. Bangga pasti, tapi itulah nyatanya, nasib mujur ku dapat.
Setelah selesai upacara kita kembali ke kelas masing-masing, ada yang belajar dan ada kelas yang santai-santai oleh karena guru tak masuk, kelas kami salah satunya. Istirahat tiba, ke kantin pasti tujuannya. Hari itu orang-orang tampak aneh, memandangku ramah dengan kata “ciyeeeee”. Aku sependapat dan mengerti, nampaknya kisah dan hubungan yang baru di mulai sudah menyebar luas kemana-kemana, pasti ada dalangnya. Tak apalah, dalam hati akupun bangga karena tanpa pengumuman orang-orang sudah tahu bahwa kami sudah memiliki hubungan itu.
Karena sudah menjadi rahasia umum, bahkan di kantor guru ada salah satu guru yang juga mengucap candaan seperti yang lain-lain. Tanda selamat mungkin, atau bisa saja peringatan agar tak berbuat senonoh. Hahaha
“MASA KECIL”
Sebelum ku lanjutkan, mari ku kisahkan tentangku.
Aku lahir di sebuah perkampungan yang pendapatan masyarakatnya adalah kebanyakan menjadi pedagang, peternak dan pencari ikan. Kabupaten tempatku lahir wilayahnya adalah sebagian besar rawa dan sungai. Aku di lahirkan di keluarga yang sederhana, dengan orang tua sebagai pedagang.
Jenjang sekolahku langsung mulai dari SD, tidak ikut TK seperti sebagian kawanku. Hobi ku ialah bermain Playstation dan Sepakbola. Setiap hari sepulang sekolah aku selalu bermain Playstation, lalu sorenya bermain sepakbola hingga adzan maghrib menjelang. Sesekali juga sorenya jika tidak bermain sepakola di ganti dengan berenang di sungai bersama teman-teman.
Di sekolah, aku di anggap siswa yang pintar karena setiap pembagian raport rankingku selalu jadi yang teratas, selalu ranking 1, namun pernah sekali kebablasan dan turun menjadi ranking 2. Aku ingat jelas, di kelas 2 aku kehilangan ranking 1 itu. Karena di anggap pintar dan formal, aku jadi jarang bermain seperti kebanyakan anak lain, hanya bisa bermain bola dan Playstation.
Masa kecilku di SD juga penuh dengan bullyan. Aku dianggap lemah, maka sesekali yang lebih tua meminta uang dengan mengancam akan memukul dan sebagainya. Ya jelas saja ku berikan uangku karena saat itu takut. Lantas aku berpikir mengapa tak memberi uang kepada jagoan saja dengan syarat ia bisa melindungiku, tanpa pikir panjang ku datangi salah satu jagoan di SD ku saat itu dan bernegosiasi, hasilnya dia setuju. Beberapa tahun aku merasa seperti menjadi bos dengan lindungan dari jagoan SD walaupun harus membayar dengan uang jajan untuk hal itu.
“Lingkungan dapat merubahmu, kau mungkin ingin keluar dari zona nyaman dan menjadi sesuatu yang menurutmu keren dan di banggakan”
Kita lanjutkan nanti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H