Mohon tunggu...
Ega Okta Syafan Prayoga
Ega Okta Syafan Prayoga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Literasi Privasi: Kunci Mengatasi Kecanduan Media Sosial

18 September 2024   13:08 Diperbarui: 18 September 2024   13:10 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kecanduan Media Sosial (Sumber : freepik.com)

Penggunaan media sosial telah menjadi fenomena global yang mendominasi interaksi sosial di era digital. Dengan 4,95 miliar pengguna aktif di seluruh dunia pada tahun 2023, atau sekitar 61,4% dari populasi dunia, platform seperti Facebook, Instagram, dan TikTok telah memberikan berbagai manfaat, mulai dari koneksi sosial hingga hiburan. Namun, di balik kemudahan dan kesenangan tersebut, banyak efek negatif mulai muncul. Penggunaan berlebihan media sosial telah dikaitkan dengan kelelahan, kecemasan, ketegangan dalam hubungan pribadi, dan friksi dalam kehidupan profesional. Fenomena ini telah memicu diskusi tentang pentingnya pengurangan penggunaan media sosial sebagai bentuk perilaku korektif yang dapat meningkatkan kualitas hidup pengguna.

Dalam studi yang dilakukan oleh Neves, Turel, dan Oliveira (2024), mereka menyoroti pentingnya literasi privasi sebagai faktor yang mendorong pengguna untuk mengurangi penggunaan media sosial. Dengan meningkatnya kekhawatiran privasi di era digital, banyak pengguna media sosial kini mulai memandang platform tersebut sebagai ancaman potensial terhadap data pribadi mereka. Fenomena ini bukan hanya menimbulkan stres, tetapi juga mendorong pengguna untuk mengadopsi strategi coping adaptif sebagai mekanisme pertahanan. Kekhawatiran privasi telah diidentifikasi sebagai stresor yang signifikan, yang membuat pengguna berpikir ulang tentang cara mereka berinteraksi dengan teknologi ini.

Dengan demikian, pengurangan penggunaan media sosial mulai dilihat sebagai solusi yang lebih realistis dibandingkan dengan sepenuhnya berhenti. Berbagai studi mendukung gagasan bahwa strategi coping seperti ini dapat memberikan manfaat jangka panjang, tidak hanya bagi pengguna tetapi juga bagi platform itu sendiri, karena mempertahankan pengguna tetap aktif tanpa membebani mereka secara emosional atau mental.

***

Pengurangan penggunaan media sosial sebagai bentuk coping adaptif telah mendapatkan perhatian yang lebih besar dalam beberapa tahun terakhir. Menurut penelitian Neves et al. (2024), privasi menjadi salah satu pemicu utama dalam proses ini, di mana pengguna yang lebih paham akan risiko privasi lebih mungkin untuk mengurangi aktivitas mereka di platform media sosial. Literasi privasi terbukti berperan signifikan dalam meningkatkan kesadaran akan bahaya privasi, seperti pencurian data atau penyalahgunaan informasi pribadi oleh pihak ketiga. Studi ini menemukan bahwa pengguna yang memiliki tingkat literasi privasi tinggi lebih termotivasi untuk mengadopsi strategi pengurangan penggunaan media sosial sebagai cara untuk mengelola risiko tersebut.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah kecanduan dan kelelahan yang dialami pengguna. Data dari studi tersebut menunjukkan bahwa pengguna media sosial yang kecanduan tetapi tidak merasa lelah oleh penggunaan berlebihan, justru kurang termotivasi untuk mengurangi aktivitas mereka di platform tersebut. Ini menunjukkan bahwa kecanduan media sosial menciptakan hambatan psikologis yang kuat, membuat individu lebih sulit untuk melepaskan diri meskipun mereka sadar akan dampak negatifnya. Sebaliknya, mereka yang mengalami kelelahan akibat penggunaan media sosial yang berlebihan, terutama dalam konteks profesional atau personal, lebih cenderung mengurangi aktivitasnya sebagai bentuk pengelolaan stres.

Pada 2023, DataReportal mencatat bahwa 29% dari pengguna media sosial di seluruh dunia melaporkan merasa lelah dengan aktivitas di media sosial, yang berkontribusi pada meningkatnya tren "detoks digital" atau pengurangan signifikan dalam penggunaan media sosial. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada kalangan dewasa, tetapi juga pada remaja dan anak muda yang menghabiskan rata-rata 3 jam sehari di media sosial, berdasarkan laporan dari Common Sense Media pada tahun 2022. Kelelahan media sosial dapat menyebabkan gangguan dalam produktivitas, relasi interpersonal, dan kesehatan mental. Oleh karena itu, banyak ahli kini mendorong perlunya kesadaran yang lebih besar akan risiko kecanduan media sosial, serta pentingnya strategi coping adaptif seperti pengurangan penggunaan yang seimbang.

Menariknya, platform media sosial kini mulai merespons tren ini dengan memberikan fitur-fitur yang mendorong pengguna untuk membatasi waktu layar, seperti Your Activity di Instagram dan Screen Time di iOS. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari kecanduan dan kelelahan media sosial, serta membantu menjaga keseimbangan antara manfaat teknologi dan kesejahteraan pengguna.

***

Dari penelitian Neves et al. (2024), terlihat jelas bahwa pengurangan penggunaan media sosial sebagai bentuk strategi coping adaptif menjadi semakin relevan dalam menjaga kesehatan mental dan privasi pengguna di era digital. Literasi privasi, kecanduan, dan kelelahan memainkan peran penting dalam memengaruhi keputusan pengguna untuk mengurangi waktu mereka di platform. Pengguna dengan kesadaran privasi yang lebih tinggi cenderung lebih proaktif dalam mengelola aktivitas digital mereka, sementara kecanduan dan kelelahan menjadi faktor penghambat yang harus diatasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun