"Jika tidak dari sekarang, mau sampai kapan laut dijajah? Apakah generasi millenial dengan prinsip sustainable development kian dapat menjadikan laut menjadi suci dan murni kembali?" pertanyaan tersebut dapat menjadi bumerang dalam prinsip keberhasilan PNBP pasca-produksi.
Sementara itu, kontra dari penerapan PNBP pasca-produksi ialah terjadinya amukan dari masyarakat terhadap KKP yang menjadikan masyarakat meninggalkan profesinya sebagai nelayan. Peralihan profesi mengakibatkan minimnya aktivitas penangkapan ikan oleh masyarakat Indonesia dan hal ini dapat mengakibatkan kekosongan sebagian perairan Indonesia yang kemudian diisi oleh KIA (Kapal Ikan Asing). Dengan demikian, banyaknya potensi kapal asing yang mengeksploitasi laut Indonesia menjadikan klaim sepihak dari negara lain terhadap sebagian laut Indonesia. Selain itu, hilangnya kepercayaan dan respect masyarakat terhadap pemerintah dapat mengakibatkan tidak dipercaya dan tidak diimplementasikannya program kerja dengan konsep "keberlanjutan" yang dicetuskan oleh KKP.
Regulasi ini pada dasarnya dilakukan pemerintah untuk keberlangsungan kegiatan perikanan tangkap yang lebih teratur, tetapi pada penerapannya yang masih pro kontra tentunya menjadi bahan perdebatan. Maka dari itu, perlu adanya beberapa upaya seperti pendekatan dari pemerintah kepada masyarakat nelayan agar regulasi tidak bersinggungan dan mendapat respon negatif dari masyarakat, perlunya pemahaman dan analisis terlebih dahulu terhadap 'budaya' nelayan dan pemilik kapal agar perubahan dapat tersampaikan dengan baik, serta perlu ada pendampingan nelayan untuk manajemen perikanan yang menjembatani informasi maupun aspirasi dari masyarakat nelayan. Tentunya hal ini perlu ditopang kesiapan infrastruktur dan pengawasan memadai karena sejumlah celah pelanggaran masih berpotensi terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H