Tepat pukul 07.15 mentari kian menyapa pagi dengan sinarnya yang menyilaukan pandangan. Lalu lalang kendaraan mulai terdengar bising di telinga. Aktivitas padat menyibukkan masing-masing manusia. Mulai dari kalangan pegawai, petani hingga anak sekolah. Ada pula yang hanya terdiam diatas kendaran menunggu penumpang datang. Dan tak sedikit yang menikmati pagi dengan seduhan kopi berteman secarik kertas koran dan sebatang rokok.
Menjadi perhatian bagi pelintas jalan yang ramai dengan pengendara saat petugas pengatur jalan meniupkan peluit untuk menyeberangkan siswa menuju sekolah. Dengan sangat telaten satu persatu dilayani untuk menyeberang hingga tiba pada jam masuk sekolah dan gerbang harus ditutup.
Sekolah yang terkenal dengan akademiknya yang sangat maju hingga tergolong dalam sekolah high class. Didalamnya mengembangkan pengetahuan yang berbasis tekhnologi demi melawan arus perkembangan zaman yang kian mencekam generasi muda. Sekolah tersebut tidak lepas pula dengan penanaman moral, sikap religius serta spiritual dengan tujuan agar seimbang dan sejalan dengan pengetahuan yang didapat siswa. Siswanya pun beragam. Beragam dalam artian yang beragam pula. Beragam dalam hal potensi, bakat, materi serta latar belakang individu.
Si Doel. Sapaan akrab salah satu siswa di sekolah itu. Seorang anak yang berada pada kategori sedikit berbeda dengan temannya. Berbeda karena memiliki kekurangan dalam segi fisiknya. Ia cacat berkaki satu.Â
Kaki kanannya yang pincang ditopang oleh tongkat sikut sebagai alat bantu ketika berdiri dan berjalan. Demikian terjadi karena saat berumur 9 tahun ia mengalami kecelakaan dengan keluarganya sehingga kaki kanannya terpaksa harus diamputasi.
Si Doel saat ini duduk pada bangku kelas 6 SD. Usia yang sebentar lagi beranjak remaja tentunya berpengaruh pada perkembangan mental serta emosionalnya. Dan perkembangan itu dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, utamanya dalam lingkungan sekolah. Ia harus tetap menjalani aktivitas hariannya seperti anak yang lain demi menggapai cita-citanya.
Usia yang hendak menginjak remaja tentu sudah mengalami perkembangan emosional yang tinggi hingga ia dapat berpikir dan merenung apa yang ada di sekitarnya, utamanya yang sedang dialami oleh dirinya sendiri. Rasa cemas, malu, tidak percaya diri dan yang lainnya pasti ada dalam hatinya dengan keadaanya saat ini. Namun orang-orang terdekatnya selalu membantu mensupportnya agar tetap bersemangat belajar hingga jenjang yang paling tinggi.
Semakin hari ia semakin tak percaya diri. Ingin rasanya berteriak keras dengan air mata yang mengalir deras, "Mengapa aku begini?" (seruan hatinya yang mendesak). Itu sebabnya karena tidak semua teman atau orang sekitarnya memberi semangat padanya, terkadang ada yang bahkan mengolok-olok karena kebencianya pada Si Doel. Hal itu kian menjadi faktor menurunnya perkembangan belajarnya.
Sutau ketika ia berjalan melintasi bahu jalan bagi pejalan kaki dengan dihantar oleh pamannya untuk sekolah. Dari kejauhan petugas pengatur jalan terlihat sedang menanti dirinya untuk membantu menyeberangi keramaian kendaraan.Â
Saat tiba di depan gerbang sekolah, terdengar suara lantang menyerukan kata-kata yang tak pantas "Hei teman-teman lihat itu! Si pincang udah datang ha..ha..ha.." (tertawa sangat senang usai berseru demikian). Seketika itu mental Si Doel remuk, serasa dipukul hatinya dengan batu besar begitu keras. Ada rasa ingin melawan tetapi itu tidak mungkin, karena hanya akan memperkeruh keadaan.
Seiring berjalannya kegiatan-kegiatan sekolah sesuai dengan kurikulum yang dianutnya, waktu ujian akhir sudah bisa dihitung jari. Beberapa hari lagi siswa kelas 6 akan menlaksanakan ujian akhir sebagai penentu kelulusan mereka.Â
Namun disisi lain Si Doel mengalami degradasi belajar yang sangat drastis, mulai dari prestasi hingga kesehariannya. Mungkin itu disebabkan oleh perlahan hilangnya kepercayaan diri bagi Si Doel serta ditambah dengan makian orang sekitar yang tidak senang dengannya. Lantas apa tindakan yang harus diambil? Dan siapa yang berhak menangani hal demikian hingga Si Doel kembali pada kepercayaan dirinya?
Sekelumit cerita pendek yang akan menjadi jawaban atas tanda tanya besar diakahir cerita tersebut. Tindakan yang harus diambil adalah pemberian layanan secara intensif kepada anak yang berkebutuhan khusus agar kembali pada tingkat keprcayaan dirinya seperti sediakala. Dan siapa yang berhak? Guru BK yang berhak mengatasi dan menyelesaikan masalah semacam ini.
Berkaca pada cerita diatas, konselor dapat menggunakan teknik konseling adlreian. Salah satu teknik yang dapat dilakukan oleh konselor terhadap konseli dengan selalu memberikan reinforcement bahwa tidak ada perbedaan antara konseli dengan anak yang lainnya dan menghilangkan pandangan negatif orang-orang sekitar terhadap dirinya. Karena hal ini dapat membantu konseli secara perlahan untuk menekan perasaan inferioritas atas kekurangannya.
Selanjutnya dengan teknik Humanistik-eksistensialis. Dengan teknik ini konselor diharapkan dapat mensinkronisasi bakat dan kemampuan anak dengan hierarki tertinggi dari kebutuhan manusia, yakni untuk bereksistensi secara penuh dengan memanfaatkan potensi dan bakat secara maksimal.
Dengan demikian anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat terlayani oleh bimbingan dan konseling dengan berbagai teknik dan layanan yang sesuai dengan apa yang dialami peserta didik. Wallahu A'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H