Mohon tunggu...
Muliadi Akbar
Muliadi Akbar Mohon Tunggu... Guru - Guru, dosen, Tutor, Pegiat literasi, Bloggers

Guru Matematika yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sejarah Politik

13 Agustus 2024   07:10 Diperbarui: 13 Agustus 2024   08:20 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu sudah sore. Sekitar pukul 14.30 lewat. Hanya beberapa anak kelas XI TKJ B yang ada di kelas. Tidak belajar. Mereka duduk-duduk santai. Sebagian besar bermain HP. 

"Kamu pelajaran apa?" 

"Sejarah pak" jawab siswa hampir serempak.

"Oh, iya pak Hamzah, ... dia memang tugas luar" 

"Monitoring PKL di Palu " saya mencoba menjelaskan.

Kelas XI TKJ B jelas sedang kosong. Jam pulang masih cukup lama. 16.15 WITA. Artinya masih ada waktu belajar lebih dari dua jam pelajaran.

Sayang jika waktu belajar yang lumayan panjang itu disia-siakan. Bisa terjadi macam-macam. Sudah sering terjadi peristiwa yang tidak diinginkan hanya karena jedah jam kosong yang panjang. Pencurian, perundungan, dan semacamnya. Apalagi di jam terakhir. Jam dimana pikiran siswa lagi suntuk.

Situasi itu tidak boleh dibiarkan. Maka saya mengajak siswa belajar. Saya mencoba mengisi jam kosong itu. Tanpa rencana. Filing saja. 

Syukur, teknologi sangat membantu. Saya cukup memastikan materi pelajaran sejarah sudah sampai dimana, saya tinggal meneruskan. 

Mudah. Tidak sulit memfasilitasi pembelajaran. Dengan bantuan asisten guru di PMM saya mendapat panduan proses pembelajaran.

Saya mengajak siswa  berdiskusi tentang sejarah, temanya "Politik Etis". Siswa belajar, guru juga belajar. Saya memang bukan guru sejarah. 

Meski bukan guru sejarah, saya bisa mengajar sejarah. Tepatnya memfasilitasi siswa belajar sejarah. Memfasilitasi ternyata tidak mesti menguasai materi atau konten pembelajaran secara spesifik. Yang penting menguasai cara memfasilitasi. Tapi itupun sekarang tidak sulit. Dengan teknologi IA semua menjadi mudah. 

Dari pengalaman ini saya percaya, guru bisa lebih fokus dalam menguatkan sikap atau karakter siswa. Perencanaan dan atribut yang sifatnya administratif biar teknologi yang mengerjakan. Toh hasilnya bisa lebih akurat.

Guru, menurut saya harusnya punya peluang yang lebih besar dalam menaikkan level pembelajaran ke level mencipta. Berkarya. Tidak tekstual, tetapi lebih kontekstual.

Namun, itu perlu pembiasaan. Guru mungkin perlu di coaching untuk menumbuhkan motivasi intrinsik. Motivasi dari dalam diri dalam melakukan perubahan.

Akhirnya, saya mengajak siswa belajar sejarah hari itu. Sejarah bukan passion saya. Saya bahkan baru tau jika ada sejarah politik etis. Saya pikir politik ya politik. Tujuannya kekuasaan.

Dari mereka saya belajar, politik etis adalah politik balas budi. Politik ini lahir di zaman kolonial Belanda diakhir abad 19  memasuki abad 20. Sekitar tahun 1901 sampai 1942.

Ide utamanya memberikan kesejahteraan pada  penduduk pribumi. Namun dibalik itu terselubung tujuan memperbaiki citra pemerintah kolonial Belanda.

Pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil. Ada empat kelompok. Masing-masing kelompok membahas topik berbeda dengan tema yang sama.

Setelah diskusi dalam kelompok kecil, diskusi dilanjutkan dengan diskusi kelas. Setiap kelompok diberi kesempatan melakukan presentasi. Kelompok lain menyimak dan memberikan umpan balik.

Presentasi dilakukan sekitar 5 menit. Selanjutnya umpan balik dan tanya jawab. Total satu sesi sekitar 10 menit.

Diskusinya lumayan menarik. Ada interaksi aktif diantara peserta diskusi. Saya hanya memandu jalannya diskusi.

Harus diakui tidak ada yang sempurna. Meski demikian, pengalaman belajar selalu saja menyediakan nilai yang layak diambil hikmah.

Teori pendidikan modern percaya bahwa belajar tidak selalu dari hal yang benar. Pun ketika siswa yang melakukan kesalahan disana ada pembelajaran.

Refleksi dan evaluasi adalah instrumen yang dapat digunakan untuk terus tumbuh dan berkembang. Bukan hanya siswa, tapi juga guru.

Sayang, pada pembelajaran sejarah tadi, saya tidak melakukan refleksi. Saya memang hanya mengisi jam kosong. Gurunya tugas luar. Makanya saya tugas dalam..he....he.

Namun, diakhir pembelajaran saya memberi penguatan.

Politik etis merupakan kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda (Indonesia).

Kebijakan ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemerintah kolonial memiliki tanggung jawab moral untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk pribumi.

Ada beberapa tokoh penting lahirnya kebijakan politik etis ini diantaranya Conrad Theodor Van Deventer, Abendanon, dan Raden Mas Tirtoadisuryo.

Hal terpenting dari kebijakan politik etis adalah lahirnya kesadaran nasionalisme dikalangan penduduk pribumi yang kemudian memicu tumbuhnya organisasi perlawanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun